Dialog Penguatan Fungsi Pengawasan dan Tata Kelola Keuangan Perkuat Persiapan UNJ Menuju PTN-BH

0
38
Foto: Rektor UNJ Prof Komarudin, Itjen Kemendikbudristek Dr. Chatarina Muliana, dan Marinus Gea Anggota Komisi XI DPR RI bersama Wakil Rektor dan Pimpinan Lembaga berfoto bersama usai acara dialog bertema "Penguatan Fungsi Pengawasan dalam Tata Kelola Keuangan Perguruan Tinggi Menuju PTN-BH" di Hotel UTC UNJ by-Naraya.

EDURANEWS, JAKARTA-Universitas Negeri Jakarta selenggarakan seminar dan executif briefing dengan tema “Pengauatan Fungsi Pengawasan dalam Tata Kelola Keuangan Perguruan Tinggi Menuju PTN-BH” di Aula Hotel UTC UNJ by-Naraya (28/08).

Kegiatan itu turut dihadiri oleh Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Dr. Chatarina Muliana dan Marinus Gea Anggota Komisi XI DPR RI sebagai pemateri disukusi dan para jajaran pimpinan Universitas Negeri Jakarta.

Rektor UNJ Prof. Komarudin menekankan bahwa kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka persiapan menuju PTNBH. Ia menjelaskan bahwa perguruan tinggi dituntut untuk mewujudkan tata kelola yang baik.

“Kami sengaja tidak hanya mengadakan seminar, tetapi juga executive briefing. Semua aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi mengharuskan kami menerapkan tata kelola universitas yang baik,” tuturnya.

Menurut Dr. Chatarina Muliana Inspektur Jenderal Kemendikbudristek menyebut PTN-BH memberikan kewenangan dan otonomi lebih dari pemerintah pusat kepada Universitas agar dapat bergerak cepat menuju good University gocernance dan kampus kelas dunia.

“Kita diberikan kewenangan lebih tinggi menjadi lebih otonom, dan otonomi ini adalah kemandirian bukan kemerdekaan mutlak,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Chatarina mengungkapkan meski otonomi dan kewenangan yang diberikan luas dalam status PTN-BH, otonomi tersebut terbatas pada peraturan pemerintah pusat termasuk Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Meski demikian dirinya menekankan baik PTN-BLU maupun PTN-BH tidak memiliki perbedaan signifikan. Menurutnya, PTN-BLU juga dibentuk untuk mencapai kemandirian. “Meski tidak 100 persen kemandirian di BLU, bahkan di Satker saja ada kemandirian meski tidak setinggi BLU,” katanya.

Chatarina menyebut perbedaan signifikan dengan menjadi PTN-BH terletak pada pengembangan dana abadi yang belum bisa dilakukan oleh PT status BLU. “Mendirikan Badan usaha status PTNH-BLU sudah bisa melakukan, akan tetapi belum bisa mengembangkan dana abadi seperti PTN-BH,” katanya.

Selain itu, menurut Chatarina otonomi kewenangan juga terletak pada kewenangan kampus untuk membuka dan menutup program studi yang tidak memerlukan izin dari Mendikbudristek.

“Tetapi juga tidak bisa suka-suka dan semaunya sendiri. Perlu diingat bahwa yang ingin kita lahirkan dari kampus ini adalah lulusan yang bermanfaat bagi bangsa,” kata Chatarina.

Chatarina menyebut dalam stataus PTN-BH pemerintah pusat memberi keleluasaan kampus untuk mengelola tanah sebagai sumber pendanaan dan pendapatan dan dibatasi oleh kepemilikan hak yang tetap dipegang oleh pemerintah pusat sehingga tidak bisa dipindahtangankan atau sebagai jaminan.

Chatarina juga mengingatkan bahwa PT yang akan menyelenggarakan badan hukum harus memperhatikan beberapa aspek prinsip yakni penyelenggaraan Tridharma yang bermutu yang dirinya gambarkan dalam pencapaian Indeks Kinerja Utama (IKU) kampus.

Selain itu juga terkait dengan tata kelola yang bersifat akuntabilitas dan transparan menjadi bagian penting yang harus diperhatikan. Serta Standar minimum kelayakan finansial PT dalam meraih pendapatan.

“Syarat PTN-BH saya katakan maksimal pendapatan PT harus mencapai 50 persen dari unit bisnis agar tidak berdampak pada komersialisasi pendidikan,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu Chatarina berharap bagi PT lain status BLU dapat menjadi pembelajaran mengenai kemandirian. Dirinya juga mengingatkan agar kampus berani mengukur basis kinerja sebagai PTN-BH.

Menurutnya Perguruan Tinggi harus menjalani tanggung jawab sosial yang menurutnya ketika kampus sudah berhasil meraih kemandirian maka juga harus dapat membuka alternatif beasiswa pendidikan selain KIP.

Tidak lupa juga dirinya mengingatkan mengenai tugas dan fungsi kampus dalam pembangunan perekonomian bangsa dan negara. “Kita belajar dari hasil unit bisnis dan hasil kerja kita seberapa besar kita bisa membantu negara, menyelesaikan problem negara, kontribusi inilah yang diharapkan negara ketika mempercayakan PT menyandang status badan hukum,” ungkapnya.

Chatarina dalam pidatonya menyebut pemerintah akan semakin menuntut pengendalian internal dari kampus PTN-BH. “Semakin tinggi kewenangannya maka sebaiknya pengawasan semakin ketat, “ungkapnya.

Sementara itu Marinus Gea Anggota Komisi XI DPR RI menyebut Menjadi PTNBH memiliki kesamaan dengan korporasi, menurutnya perbedaanya terletak pada adanya kontrol pemerintah.

Menurutnya, menjadi PTNBH tidak sekedar mendapat pengakuan semata, akan tetapi perlu upaya dan kerja keras melakukan penataan manajemen, penataan birokrasi. “Karena kalau birokrasi dan SDM tidak tepat maka penguatan PTN-BH yang otonom tidak bisa berjalan dengan baik,”katanya.

“PTN-BH sebagai lembaga pendidikan yang mandiri, tidak hanya mandiri dalam menajalankan tugas Tridharma, mandiri dalam mencari sumber pendaptan dan tamabahan dan mandiri juga dalam menggunakan aset yang ada,”tambahnya.

Selain itu, dirinya menyebut tanggung jawab sosial kampus terhadap mahasiswa tidak boleh berkurang. “Semua komponen dalam PTN-BH harus duduk bersama dan merancang apa saja sumber yang bisa dimanfaatkan,” katanya.