Tragedi Kesunyian: Percakapan Singkat dengan Murakami

0
54

Mengapa Murakami begitu obsesi dengan narasi sehari-hari yang sederhana?

Ketika menonton Drive My Car film fenomenal garapan Ryusuke Yamaguchi, mengapa tokoh laki-lakinya  Yusuke Kafuku (Hidetoshi Nishijima)  digambarkan begitu tragis: nyaris tak bisa berkata-kata, kekecewaan yang enggan terhempaskan, dan menyisakan percakapan-percakapan sunyi, murung nan memikat.  

Murakami sering menggambarkan tokoh protagonisnya terjebak antara dunia spiritual dan nyata. Hingga bayang-bayang karakternya terutama tokoh laki-lakinya  terasa sangat pendiam, cerdas dan rendah hati. Berbeda dengan tokoh wanitanya yang cenderung aktif.  

Dalam Drive My Car, kita disuguhkan dengan rekaman suara dari kaset istrinya Oto Kafuku (Reika Kirishima), di mana ia pun begitu dominan dalam percakapan bahkan dalam bercinta sekalipun. 

Film pemenang kategori Film Feature Internasional Academy Awards 2022 ini memang langsung diadaptasi dari cerita pendek Haruki Murakami dengan judul yang sama dan beberapa cerita lainnya. 

Dalam beberapa wawancara, Haruki menjelaskan tragedi si laki-laki itu seperti apa yang juga pernah dituliskan oleh Fitzgerald salah satu pengarang paling termahsyur dari Amerika yang menginspirasinya. Ketika itu Murakami membaca dan begitu terpikat dengan ‘The Great Gatsby’ yang juga mengalami tragedi cinta yang menyesakan. 

Ketika mahasiswa ia membaca itu, namun semakin ia membaca lebih jauh dengan umur yang semakin tua, ia menemukan hal yang menakjubkan dari novel itu. Meskipun berbicara hal romansa sehari-hari, hati yang mencari dan kesedihan sangat melekat pada pribadi Murakami.

Tentu ini juga yang dirasakan jika kita mengingat-ingat kembali potongan-potongan scene film Drive My Car dengan wajah murung Yusuke Kafuku (Hidetoshi Nishijima) ditemani supirnya Misaki Watari (Toko Miura) yang memiliki tragedi kesedihan tersendiri, terutama saat ia menceritakan mengapa ia begitu pandai dalam mengemudi mobil, terasa dialog-dialognya sangat memikat sekaligus menyimpan kesedihan yang mendalam. 

Haruki Murakami, pengarang yang sangat menyukai maraton ini begitu gugup jika film yang diadaptasi dari ceritanya itu benar-benar murni dari ceritanya, Untungnya Yamaguchi banyak mengubah plot yang membuat dirinya merasa lega. 

Terkadang dalam proses kreatifnya dalam menulis, kejadian sehari-hari menginspirasinya dalam menulis, misalnya ketika ia menonton sebuah pertandingan baseball. Ia menuliskannya begitu kuat dalam menuliskan narasi. Ada juga cerita sederhana mahasiswa yang entah bertemu dengan seorang wanita namun tak mengingat nama dan wajah, diceritakan dengan sangat sederhana.

Entah dalam film ini, ataupun di cerita-cerita Murakami dalam novel maupun cerita pendeknya, kita selalu disuguhkan narasi yang memikat, sebetulnya apakah sebuah narasi dalam novel atau cerita pendek begitu penting? Murakami menjelaskan narasi sangat penting dalam menulis buku.

“Saya tidak peduli soal teori. Saya tidak peduli soal kosa kata. Bagi saya yang terpenting adalah apakah narasinya bagus atau tidak,” ujarnya.