Dewi Sartika dan Misi Penyetaraan Pendidikan di Tanah Sunda

0
6122

EDURA NEWS, JAKARTA – Nama Raden Dewi Sartika yang diabadikan menjadi nama salah satu gedung di kampus A Universitas Negeri Jakarta bukan tanpa alasan. Raden Dewi Sartika memiliki misi mulia dalam pendidikan, ia berupaya menyediakan akses bagi perempuan di semua golongan dengan didirikannya Sekolah Kaoetamaan Isteri

Dewi Sartika lahir di Cicalengka, Bandung, pada 4 Desember 1884. Ia terlahir dari pasangan R. Rangga Somanegara dan R. A. Rajapermas. Pada tahun 1891, ayahnya dilantik menjadi patih Bandung. Sebagai keluarga priyayi, Dewi Sartika memiliki kesempatan untuk mengenyam pendiidkan formal. Ia bersekolah di Eerste Klasse School (EKS) yang kelak setelah adanya kebijakan politik etis berkembang menjadi Hollandsch Inlandsche School (HIS).

Berkesempatan sekolah di Eerste Klasse School (EKS), Dewi Sartika mempelajari membaca, menulis, dan memperlajari bahasa Belanda. Namun ia harus putus sekolah karena ayahnya terseret dalam pusaran politik yang berakhir pada pembuangan ayahnya ke Ternate, harta keluarga pun disita. Kehidupan Dewi Sartika setelah itu bergantung pada pamannya, Raden Demang Suria Karta Hadiningrat.

Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan sekolah untuk kaum perempuan seizin Bupati Bandung. Saat awal dibuka, ada 20 murid yang ingin belajar di sekolah tersebut. Murid-muridnya terus bertambang sehingga pembelajaran yang tadinya hanya dilaksanakan di pendopo lingkungan kantor bupati harus berpindah ke tempat yang lebih besar. Beberapa tahun kemudian, sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri.

Sekolah ini bertujuan untuk mencerdaskan kaum perempuan, sehingga terciptanya kesetaraan pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Sekolah Kaoetamaan Isteri memiliki motto dari bahasa Sunda “cageur, bageur, bener, singer, pinter”  yang artinya “sehat, baik hati, benar, mawas diri, pintar”. Di sekolah ini, murid tidak hanya belajar baca, tulis, dan bahasa saja, namum beberapa keterampilan lain seperti menjahit.

Sekolah-sekolah yang tersedia saat itu hanya diperuntukan untuk golongan priyayi atau mereka yang mapan, golongan lain sulit untuk mendapatkan akses tersebut. Dewi Sartika mendobrak batasan untuk mendapatkan akses pendidikan, ia membuat akses terhadap pendidikan terbuka untuk semua golongan, terutama kaum perempuan.

Sekolah ini menginspirasi banyak orang. Pada sekitar tahun 1920-an, Sekolah Kaoetamaan Isteri membuka beberapa cabang Kabupaten Priangan, Bandung. Kemudian pada tahun 1929 untuk menghormati perjuangan Dewi Sartika, sekolah berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi Sartika.

Semangat perjuangan pendidikan Dewi Sartika ini patut dijadikan inspirasi.