EDURANEWS, JAKARTA- Enam penari berselendang merah mengawali tarian di atas panggung. Gemericik suara dari hentakan kaki penari ditambah dengan suara gamelan seperti mengajak para penonton untuk melihat pementasan Reyog Ponorogo TMII (13/12). Para penari itu adalah adalah siswa-siswi pembinaan diklat tari Anjungan Jawa Timur. Acara ini diselenggarakan Tim Kesenian Disbudparpora Ponorogo.
“Ini bentuk apresiasi kami terhadap budaya Jawa Timur,” ungkap Zainal dalam pembukaan acara. Rangkaian tari-tarian khas Jawa Timur tersaji dengan membawa Reyog Ponorogo sebagai simbol dari bentuk presentasi budaya khas Jawa Timur.
Reyog Ponorogo adalah kesenian yang berkembang dan menjadi khas masyarakat Ponorogo. Reyog terdiri dari pelbagai penari yang umumnya penari utama adalah orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak. Reog Ponorogo dipentaskan di tempat terbuka dan bernuansa magis.
Sorak-sorak lagu anak-anak dan juga pengiring gamelan menimbulkan suasana tarian yang ceria. Bentuk tarian-tarian yang disajikan memang beberapa menggambarkan keseharian anak dalam bentuk permainan anak.
Begitu juga belasan penari bermahkota kuning emas dengan selendang sutra dan dua kipas berwarna hijau terselip di pinggang. Gerak tari yang begitu lembut menggambarkan kelembutan dan keselarasan. Ritme gerak mereka pelan, lambat namun lembut. Dalam pementasan terasa sekali saling sambut menyambut tarian yang penuh hentakan dengan gerakan yang lembut.
Tari-tarian juga menunjukan simbol bahwa Jawa Timur adalah daerah yang agraris. Misalnya perempuan berbaju adat orange dengan kendi di tangannya menari di atas panggung. Selain itu ada juga ada simbol dari penari perempuan berbaju merah dengan kain hitam serta membawa bakul di atas kepalanya.
Ketika itu juga suara gamelan yang menghentak dan bergemuruh di bawah latar mulailah masuk dua kepala singa dalam tarian. Barongan inilah yang menjadi simbol dari tari Reyog Ponorogo.
Di atas panggung seorang Rajamuda yang tampan dan gagah berani dari kerajaan Bantarangin mulai terlihat. Raja muda itu memakai topeng Klana Sewandana di temani sosok dua abdi Patra Jaya dan Ptara Tholo dan para penari jaranan. Sang Rajamuda seperti bertarung dengan para barongan sebagai nilai kebatilan. Inilah yang menjadi simbol bahwa tari Reyog Ponorogo menyimpan nilai religiusitas.
Mahasiswa-mahasiswi jurusan seni tari dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menjadi bagian dalam pementasan ini. Dalam pembekalan mereka mendapatkan teori mengenai tari Reyog Ponorogo dan mulai berlatih di Anjungan Jawa Timur di TMII. Pemahaman mengenai perkembangan seni tari tradisi Reog Ponorogo ini sangat berguna bagi mahasiswa-mahasiswi seni tari.
“Ke depannya acara seperti ini diharapkan diadakan kembali karena dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan khususnya bagi mahasiswa seni tari,” ungkap Titah salah satu mahasiswa seni tari UNJ.