Apa boleh, hantunya kepala kambing?
Di Ambang Kematian menjadi daftar film horor yang patut ditonton tahun ini. Di Ambang Kematian, jelas-jelas ia mencoba membawa gagasan horor yang beda. Membawa penonton pada logika mengapa horor dan teror dapat tercipta dari teror yang dihadirkan dari setiap adegan yang ditampilkan.
Set artistik film dari rumah tua–perumahan tua dalam film ini sangat memikat; dari rumah yang usang, berdebu karena perlahan sedang diperbaiki oleh pemiliknya. Adegan ketika kamera menyorot pada obat-obatan yang dikonsumsi si Ibu yang sakit keras turut membawa kehororan.
Di awal film, dialog antara Nadia kecil (Raya Adena Syah) dan ibunya (Kinaryosih) saat sakit keras menginginkan anaknya itu nurut dengan Bapak. Pusat teror dan teka-teki coba dipusatkan kepada sang Bapak. Dalam keluarga Jawa, Bapak adalah pusat dari keluarga. Apapun keputusan Bapak seakan-akan menjadi keputusan yang harus diterima oleh anggota keluarga lain, tanpa cela.
Dalam film ini, peran ibu menerima segala keputusan bapak sangat mempengaruhi keputusan anak-anaknya. Meskipun singkat, petuah ibu ini menjadi clue dan tanda tanya mengapa keputusan bapak harus diikuti?
Azhar Kinoi Lubis sebagai sutradara membawa kehororan rumah lama yang sedang dipugar ini menampilkan kehororan. Kemunculan hantu-hantu dari orang-orang terdahulu korban pesugihan terasa lebih menyeramkan dibandingkan hantu utama dalam pesugihan yang digambarkan berkepala kambing.
Efek ngilu dari adegan yang mengerikan; terutama ketika ibu mencemplungkan wajahnya ke air panas, bunuh diri Nadia (Taskya Namya), dan Yoga (Wafda Saifan) yang harus disiksa oleh hantu-hantu itu.
Pesugihan dalam film ini berkaitan dengan kemiskinan yang dialami tokoh bapak Suyatno (Rifnu Wikana). Untuk membebaskan dari kemiskinan ia memilih melakukan pesugihan dengan mengorbankan seekor kambing hitam. Hingga ia memilih jalan pintas untuk menjadi kaya karena keserakahan dari sosok bapak yang di dalam film tidak ditampilkan, justru ini menjadi daya tarik bagaimana sosok bapak ini seolah-olah tanpa celah untuk dapat disalahkan. Bukankah ia pelindung keluarga?
Akting yang dibawakan setiap pemain film Di Ambang Kematian memiliki kualitas yang sangat baik dari segi pendalaman tokoh, sehingga film ini dapat dinikmati dari segi kualitas aktor yang dibawakan.
Hal yang menjadikan momen menarik dalam film ini adalah keintiman Nadia dan Bapak Suyatno ketika berkeliling di daerah Jawa untuk mencari orang-orang yang mampu menolongnya dari teror pesugihan ini.
Nadia dengan segala kebenciannya terhadap bapak yang tak terucap. Tubuh Nadia seakan-akan terkungkung tak dapat menyatakan kebencian, mungkin karena petuah sang ibu untuk nurut sama bapak.