Jakarta, Humas UNJ – Nirwasita Nuhaa Padmasuri, Salma Fairuz Taufiq, dan Dara Puan Rubuyah adalah tiga dari sepuluh mahasiswa yang terlibat dalam program Praktik Keterampilan Mengajar (PKM) luar negeri. Mereka berperan sebagai guru bantu dalam pengajaran Bahasa Indonesia di Australia.
Nirwasita, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni angkatan 2021, mendapat tugas mengajar di Trinity Christian School, Canberra, Australia, dari bulan Oktober hingga Desember 2024. Ia merasa senang mendapatkan pengalaman luar biasa tersebut, hal ini dirinya sampaikan setelah acara bedah buku berjudul “Praktik Mengajar di Australia” yang terselenggara di Aula Maftuchah Yusuf, Kampus UNJ pada 10 Februari 2025.
“Selama di sana, Saya juga terlibat mendampingi para peserta didik Sekolah Dasar mempelajari Bahasa Indonesia. Meski sempat ragu dengan kemampuan Bahasa Inggris, pengalaman di lapangan telah membuktikan kemampuan Saya menyelesaikan program guru bantu ini,” ujar Nirwasita.
“Awalnya agak menantang, karena kebanyakan peserta didik adalah penutur asli Bahasa Inggris. Kami khawatir salah berbicara dalam Bahasa Inggris dan mereka tidak memahami logat Saya. Namun, setelah mencoba mengajar, semua anak-anak sangat antusias dan metode belajar di sana sangat mendukung,” tambahnya.
Nirwasita mengungkapkan bahwa selama mengajar di sana, ia mendapatkan pengalaman menggunakan kurikulum metode komprehensif. Menurutnya, pembelajaran berfokus pada subjek untuk pembiasaan menggunakan bahasa Indonesia dalam mengenal kebudayaan Indonesia.

“Hal yang paling saya rasakan adalah sikap saling mendukung selama proses menjadi guru bantu. Alhamdulillah, Saya mendapatkan guru pamong yang sangat petualang. Kami diajak pergi ke New South Wales, pantai, kebun binatang, dan bukit-bukit di Australia. Saya merasakan bagaimana liburan orang-orang Australia,” ungkapnya.
Dirinya berharap dengan program guru bantu ini, Bahasa Indonesia semakin dikenal oleh negara asing dan mahasiswa Indonesia berani mengambil langkah maju untuk mempromosikan Bahasa Indonesia.
Sementara itu, Salma, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Prancis Fakultas Bahasa dan Seni angkatan 2021, mendapat tugas mengajar di Huntingtower School, Melbourne, Australia, sejak bulan Oktober hingga Desember 2024.
“Kemarin Saya ditempatkan di Huntingtower School, Melbourne. Selama di sana, Saya disambut dengan baik oleh staf dan guru-guru. Kami juga memperkenalkan budaya Indonesia kepada peserta didik,” ungkapnya.
Salma juga menceritakan bahwa dalam pengalaman mengajarnya, ia melihat para peserta didik di sekolah Australia tempatnya mengajar lebih menghargai kehadiran guru di kelas dan bertanya dengan lebih rinci tentang banyak hal terkait pelajaran Bahasa Indonesia.
Ia juga menjelaskan bahwa model kurikulum pendidikan di sekolah tempatnya mengajar lebih berfokus pada eksplorasi dan pengembangan bahan dari modul ajar, baik melalui permainan, menonton film, maupun melakukan permainan tradisional Indonesia.
Menurutnya, hal ini menunjukkan hubungan yang dekat antara kedua negara dalam hal pendidikan dan kebudayaan. “Di sekolah saya bahkan sudah ada permainan tradisional Indonesia yang sudah dipersiapkan untuk dipelajari dan dipraktikkan,” pungkasnya.
Atas pengalaman itu, ia berharap suatu saat dapat kembali ke Australia untuk menempuh pendidikan sekaligus menjalankan misinya mengajarkan Bahasa Indonesia bagi anak-anak Australia.
Begitu pula Dara, mahasiswa Program Studi Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni yang bertugas menjadi guru bantu di Grammar School, Canberra, Australia, juga mengungkapkan kesan kagumnya melihat guru Bahasa Indonesia di sekolah tersebut merupakan warga negara Australia yang pernah belajar Bahasa Indonesia.
Kekaguman itu juga terlihat dari bagaimana para peserta didik Sekolah Dasar yang sudah berani bertanya tentang hal-hal spesifik di dalam kelas serta diwajibkan mempelajari bahasa lain selain Bahasa Inggris. Dirinya berharap melalui program guru bantu ini dapat menjadi solusi dan ruang bagi keterlibatan mahasiswa dalam menjawab persoalan mempromosikan Bahasa Indonesia.
Ketiganya mengaku peluang tersebut tidak didapat secara cuma-cuma, melainkan harus berjuang dan melewati proses seleksi yang ketat di tingkat fakultas hingga akhirnya terpilih dan berangkat menjalankan misi penyebaran Bahasa Indonesia melalui program guru bantu. Mereka juga mengatakan bahwa selain kemampuan bahasa, persiapan mental juga sangat penting untuk sukses menjalani program ini.