Seminar Nasional Dalam Rangka Bulan Bahasa FBS UNJ: Fokus Bahas Isu Pemajuan Budaya dan Pendidikan

0
13
Foto: dari Depan Kiri pertama Prof Ari Saptono Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Hilmar Farid Ph. D, Serta Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Dr. Liliana Muliastuti

EDURANEWS, JAKARTA-Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Jakarta selenggarakan seminar bertajuk “Mempersiapkan Generasi Emas Melalui Pendidikan dan Pemajuan Kebudayaan” di Aula latief Hendraningrat, Kampus UNJ (15/01).

Dalam sambutannya Prof. Liliana Muliastuti mengatakan seminar ini dibentuk dalam rangka memperingati bulan bahasa dan merupakan kegiatan rutin tahunan dari hasil desiminasi hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Pada kesempatan itu Prof. Liliana Muliastuti yang juga Dekan Fakultas bahasa dan Seni menambahkan bahwa FBS saat ini tengah gencar melakukan kerja sama internasional.

Dirinya mengatakan kolaborasi internasional banyak memberi manfaat pengembangan keilmuan khususnya dalam bidang seni dan budaya untuk mengusung kemajuan pendidikan dan kebudayaan.

“Bahasa dan Seni menjadi kunci untuk mengusung kemajuan pendidikan dan kebudayaan,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu Wakil Rektor bidang Umum dan Keuangan UNJ Prof. Ari Saptono dalam sambutannya mengatakan bahwa saat ini UNJ memiliki keunggulan pada bidang olahraga dan seni-budaya.

Dirinya berharap seminar ini dapat menghasilkan upaya-upaya penting yang dapat dilakukan dalam rangka mendukung generasi emas 2045 melalui bidang seni dan kebudayaan.

Dalam kesempatan itu narasumber utama sekaligus Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikburistek, Hilmar Farid Ph. D dalam paparannya mengatakan bahwa dirinya sangat senang bila nanti dapat berkolaborasi dengan UNJ untuk memikirkan bidang-bidang pemajuan kebudayaan baik yang berbasis pada riset dan pengabdian kepada masyarakat.

Menurutnya upaya tersebut merupakan langkah penting pemajuan kebudayaan yang saat ini banyak menghadapi berbagai tantangan.

“Kegiatan yang berbasis pada kekayaan budaya dan kekayaan intelektual juga meliputi warisan budaya maupun warisan alam dan beberapa komponen lain seperti film, kesenian dan warisan budaya tak benda yang sebagian juga dipelajari di Pendidikan Tinggi, “pungkasnya.

Dirinya menggambarkan seperti halnya pada industri musik misalnya, kata Hilmar bahwa terdapat 4 komponen rantai produksi dari mulai kreasi, produksi, desiminasi, dan transmisi untuk sampai kepada kosumen.

Menurutnya dari empat kategori rantai produksi tersebut masih hanya unggul pada rantai pertama yaitu kreasi dan akan semakin sedikit aktor berpengetahuan dan berpengalaman yang terlibat pada rantai produksi berikutnya.

“Biasanya kita kuat dikreasi, bahwa orang kreatif ga kurang-kurang,” katanya.

Menurutnya tantangan yang ada juga diperkuat dari lemahnya aspek kelembagaan dalam mengelola dan memanajemen pengetahuan berbasis industri kreatif. “Kita punya problem manajemen kekayaan intelektual yang sangat serius,” terangnya.

Pada kesempatan itu Hilmar juga mempertanyakan seberapa sinkron pendidikan saat ini untuk menjawab tantangan pengembangan industri yang berbasis pada kebudayaan dan usaha kreatif yang sedang tumbuh saat ini.

Meski demikian menurutnya perkembangan teknologi dapat membantu menjawab tantangan mendasar terkait rantai distribusi kepada pasar dari produsen yang salah satunya dirinya gambarkan dari industri film.

Kehadiran platform seperti netflix, disney, maupun paltform lain dapat menguraikan  problem terkait distribusi film yang tidak hanya menggantungkan nasibnya kepada bioskop.

Meski demikian dirinya mengatakan bahwa saat ini bioskop Indonesia juga tengah mengalami perkembangan yang baik dari sisi jumlah penonton. “Saat ini kabar baiknya penonton film di bioskop Indonesia saat ini sudah melampaui 60 juta orang dan ini rekor dalam sejarah, semoga kedepan bisa tembuis ke 70 juta penonton,” katanya.

Pertumbuhan penonton itu kata Hilmar akan membawa manfaat pada industri film tanah air kedepannya.

Pada kesempatan itu Hilmar juga menyampaikan kepada seluruh peserta untuk terus terlibat menggali, bekerjasama, serta berkolaborasi mengelola pengetahuan yang berbasis pada kebudayaan.

Menurutnya upaya ini tidak saja hanya sekedar merawat basis kebudayaan agar terus lestari akan tetapi juga menjadi roda ekonomi yang nilainya tidak sedikit bagi pendapatan negara.