Prof Dr. Sujudi

0
779

Waktu kecil, setiap lebaran saya bersilaturahmi dengan berkunjung ke rumah kerabat, setelah merantau saya hanya bersurat dengan mengirim kartu ucapan lebaran via pos dan saya tanda tangani setiap kartu ucapan yang terkirim. Berjalannya waktu konon akibat teknologi, saya kirim ucapan via SMS, dengan kata yang saya karang sendiri, kemudian ada BlackBerry dengan BBM-nya saya hanya salin tempel ucapan orang lain yang saya anggap bagus.

Namun mengirim masih secara nomer per nomer, atau orang per orang. Masih ada unsur sentuhan perorangnya. Sekarang ucapan selamat Idul Fitri atau lainnya sudah jarang yang menyasar ke pribadi. Cukup anda salin tempel ucapan orang lain dan menyalin di grup. Silahkan ucapan kita dinikmati beramai-ramai.

Sentuhan pribadi antar manusia seperti terreduksi. Ikatan atau hubungan antar pribadi sudah luntur. Memberi ucapan cukup dengan mendeklarasikan dalam grup pertemanan baik whatsap, facebook, atau lainnya dan semua dianggap selesai. Kita atau rekan kita pun tidak mempermasalahkannya. Persoalan selesai dianggap angin lalu.

Kalau dahulu, anda menjadi pejabat atau pemimpin sebuah kantor, setiap idul Fitri rumah akan dibanjiri kartu ucapan, dan kita sibuk membalasnya. Demikian pula kita sibuk menandatangani ratusan kartu untuk relasi kantor dan kerabat. Sungguh “menyenangkan” dan berkesan.

Saya teringat Prof Dr. Sujudi mantan Menkes dan rektor UI. Beliau selalu rajin membalas kartu ucapan selamat Idul Fitri yang saya kirim saban tahun, dan hebatnya beliau menulis dengan tulisan tangan sendiri, dengan ada tambahan kata, apa kabar Budi? Di mana kamu sekarang? Sangat personal sekali. Meskipun sewaktu beliau sudah menjadi menteri, padahal saya mengenal beliau hanya sebatas sebagai pasien beliau.

Prof Sujudi adalah salah satu orang yang sangat berjasa dalam hidup saya. Ketika saya mendapatkan pekerjaan pertama saya, beliaulah yang mentest kesehatan saya. Hasil test kesehatan menunjukkan paru-paru saya ada flek, namun saya tidak paham kenapa beliau tidak segera menuliskan hasil test saya yang dapat menggugurkan lamaran saya. Beliau malah mengobati saya dahulu dan selang beberapa waktu menyuruh metontgen ulang. Dan beberapa waktu kemudian akhirnya flex hilang dan saya dinyatakan sehat. Saya pun diterima untuk bekerja.

Anda dapat menilai dengan “macam-macam” pandangan tentang tindakan beliau. Saya hanya membandingkan kebijakan beliau dengan kelakuan oknum dokter kemarin yang saya temui ketika berobat infeksi kuku cantengan. Sang dokter bukannya mengobati malah menyuruh saya ke salon pedikur, rasanya saya kok saya “ndongkol” seumur-umur.

Sayapun menyimpulkan bahwa ribuan tindakan dalam hidup kita terhadap orang lain, kadang dapat terkenang dengan satu tindakan yang bijak atau yang menyakitkan.

Saya akan selalu mengenang Prof Dr. Sujudi dengan segala kebaikannya sampai saya mati. Semoga Prof Dr. Sujudi diterima di sisi-Nya. Alfatehah.

BSA/1/8/20