H. Kardun A.Md.LLASDP, S Tr Sos. dengan Hj. Karsinah A.Md.M.Tr.U, A.Md.A.K.P. SPd.I, itu nama yang tertera dalam surat undangan pernikahan. Mungkin di antara anda ada yang tersenyum, dan terpaksa mencari lewat Google dengan gelar yang dicantumkan di belakang namanya.
Memang hak seseorang untuk mencantumkan gelar sesuai peraturan. Gelar yang diperoleh dengan “susah payah”. Namun mungkin yang menjadi perhatian adalah gelar yang relatif panjang sesuai spesialisasi keahliannya.
Menulis gelar yang banyak dan “seabrek” memang “nyusahin” dan cenderung pemborosan tenaga, tinta printer dan kertas. Sehingga di beberapa organisasi swasta/perusahaan, tidak pernah menuliskan gelar di daftar pegawainya. Saya pernah menginisiasi tentang penghapusan penulisan gelar di daftar pegawai. Bagi perusahaan tidak penting gelar, yang penting adalah komitmen dan kontribusinya. Inisiatif saya tidak ada yang berani protes, karena saya juga memiliki gelar tertinggi dengan yang lainnya. Artinya saya yang paling “berkorban” dalam program penghilangan gelar.
Penghilangan pencantuman gelar, ada hal positif yang diperoleh, berupa mengurangi beban atau sekat antar pegawai, merasa sama, sehingga “perasaan” superior dan inferior hilang, kecuali hierarki jabatan. Tidak melihat siapa yang bicara tetapi apa isi bicaranya. Tidak ada yang merasa “keberatan” gelar.
Saya termasuk penganut malas menulis gelar. Maaf, bagi saya hanya “ngrepotin” nulis saja dan pemborosan. Namun, kemarin saya “terkejut” melihat papan nama di pinggir jalan, dengan menulis nama saya lengkap dengan gelarnya, dr.Budi Sp TB.
Saya tidak tahu siapa si pemberi gelar itu. Namun menurut saya, pencantuman gelar ini penting, karena akan berkontribusi kepada usaha. Gelar sebagai marketing tools. Silahkan lihat fotonya. Kereeen ya….!!!?? Meski sekedar lucu-lucuan.
Gelar atau tanpa gelar tetap saja kita harus kerja.kerja..kerja. agar berkontribusi !!
BSA/3/8/20