EDURANEWS, JAKARTA-Rektor UNJ Prof Komarudin menyebut Buku bertema ALDERA: Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999 sebagai kisah gerakan politik kaum muda masa Orde Baru sekaligus tonggak penting perjalanan bangsa Indonesia pada acara bedah buku ALDERA di GOR UNJ, (10/05).
Prof Komarudin menyebutkan ALDERA adalah kepanjangan dari Aliansi Demokrasi Rakyat sebuah gerakan yang fokus mengkritisi pemerintah Orde baru hingga kejatuhannya pada tahun 1998.
“Buku tebal ini membahas bagaimanan protret gerakan kaum muda melawan rezim otoritarianisme Orba hingga kejatuhannya pada tahun 1998, momen ini merupakan salah satu tonggak penting perjalanan bangsa Indonesia,”katanya.
Prof Komarudin juga mengomentari sosok Dr. Pius Lustrilanang sebagai tokoh penting dalam gerakan Aliansi Demokrasi Rakyat yang posisinya pernah sebagai Sekjen. Menurutnya, Pius adalah sosok paling dikenali pada masa Orde baru sebagai aktivis.
Dirinya mengungkapkan dalam sejarahnya, ALDERA berfokus pada gerakan demokrasi dalam membela kaum buruh, perempuan, kaum tani, aktivis lingkungan, masyarkat adat dan siapapun yang ingin memperjuangkan demokrasi di Indonesia baik masyarakt maupun mahasiswa.
Prof Komarudin berharap kajian sejarah ini tidak sekedar menjadi romantisme sejarah, tetapi penting menjadi pengingat dan membangun idealisme kaum muda saat ini.
Selain itu, tambahnya keberadaan buku ini juga dapat menjadi referensi dalam menata gerakan agar lebih cerdas dalam menangkap dinamika sosial yang tengah berlangsung.
“Kajian buku ini bukan sekedar romantisme, melainkan jadi pengingat untuk kita semua, menumbuhkan idealisme, sikap kritis untuk menata gerakan mahasiawa menjadi agen perubahan,”katanya.
Dalam penutup sambutannya, Prof Komarudin juga mengingatkan kepada seluruh peserta diskusi bedah buku bahwa menulis adalah kerja keabadian.
Modal Menjadi Aktivis
Dalam sambutannya Pius Lustrilanang menyebutkan seorang aktivis tidak saja sekedar membutuhkan intelektual, tetapi juga mental dan keberanian. Menurutnya dunia aktivis akan penuh ancaman dan intimidasi.
“Harus punya nyali untuk bisa jadi aktivis, aktivis zaman saya sebelah kakinya ada di penjara, sebelahnya lgi melawan represesi aparat,”tegasnya.
Selain itu dirinya juga menyebut tiga kategori aktivis yang perlu dipahami yakni aktivis kelompok studi, aktivis pers mahasiswa yang kerap menyuarakan gagasan demokrasi dan hak asasi manusia dan tidak sedikit mereka mendapatkan ancaman dan kriminalisasi serta aktivis jalanan seperti dirinya yang harus berani menghadapi aparat.
Dalam sesi sambutannya Pius juga menceritakan ihwal dirinya yang harus dipenjara demi memperjuangkan demokrasi dan berharap kepada seluruh mahasiswa agar membaca buku ALDERA yang dibagikan secara geratis sebagai pengalaman sebelum terjun dalam dunia aktivis.