Aldera Wujudkan Demokratisasi Indonesia Lewat Gerakan Politik Mahasiswa

0
123

EDURANEWS, JAKARTA- 21 Mei 1998 Soeharto turun dari jabatan presiden. Soeharto memimpin Orde Baru selama 32 tahun. Selama menjabat Soeharto melakukan konsolidasi kekuasaan dengan melakukan pembredelan pers, perampingan partai politik, mengontrol media, elemen-elemen peradilan pun kala itu tunduk di bawah kekuasaan Orde Baru. Pemusatan kekuasaan di bawah Orde Baru menjadikan slogan “pembangunan” tidak merata dengan banyaknya ketimpangan. Sejak itu, gerakan-gerakan mahasiswa menentang proses nir demokrasi ala Orde Baru dengan berkumpul dan berorganisasi dengan sembunyi-sembunyi. 

Dalam catatan Pius Lustrilanang, kesadaran mengenai pentingnya demokratisasi Indonesia di mata mahasiswa itu tumbuh di tahun 80-an memunculkan gerakan yang awalnya sporadis dengan banyak mengorganisir perubahan dengan kelompok buruh dan tani. Hingga menyatunya kekuatan kantong-kantong pergerakan mahasiswa yang lebih disiplin dan terorganisir seperti Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera). 

“Aldera adalah organ gerakan yang dibangun khusus untuk menggalang kekuatan rakyat dan mahasiswa,” ujar Pius Lustrilanang mantan Sekjen Aldera yang kini menjabat anggota VI BPK RI. 

Kantong-kantong pergerakan mahasiswa yang banyak tumbuh di kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Bogor, Cianjur, Tasikmalaya inilah yang melahirkan Aldera sebagai salah satu gerakan politik mahasiswa yang menenun benang-benang reformasi membawa proses demokratisasi di Indonesia dengan menentang rezim Orde Baru.

Aldera dihimpun dari mahasiswa yang memiliki kesadaran akan pentingnya demokratisasi di Indonesia. Mereka memupuk diri dengan belajar dari teori-teori perubahan dan membentuk diri dengan lebih disiplin dengan gerakan semi partai kader. 

Kisah-kisah itu pun terhimpun dalam buku “ALDERA Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999”. Buku yang sangat penting untuk melihat perkembangan gerakan mahasiswa di masa Orde Baru. 

Memetik buah perjuangan

Dalam Kuliah umum dan bedah buku “ALDERA Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999” di  Gor UNJ (10/5). Dimoderatori oleh Yasnita Yasin serta dua pembahas Prof. Hafid Abbas dan Abdul Haris Fatgehipon. 

Pius Lustrilanang mengatakan ada 3 hal yang membuat gerakan mahasiswa berhasil yaitu idealisme, militansi dan kolaborasi. Untuk melawan Orde Baru, Pius kala itu menggalang gerakan pemimpin alternatif seperti Amien Rais dan Megawati yang membuatnya diculik pada 4 Februari 1998. 

Apa yang dilakukan Pius Lustrilanang dengan gerakan Aldera, bagi Prof. Hafid Abbas adalah mandat yang harus dilakukan universitas. 

“Refleksi kita sebagai universitas, komunitas masyarakat ilmiah yang segala perjuangannya tidak lain memajukan nilai universal dan ilmu,” ucap Prof. Hafid Abbas sebagai refleksi reformasi dalam menciptakan demokrasi yang diperjuangkan Aldera. 

Dalam amatan Abdul Haris apa yang telah Aldera lakukan mengingatkan akan historia magistra vitae yakni “sejarah adalah guru kehidupan”. 

“Buku yang ditulis Bang Pius mengingatkan kita semua kesalahan pada orde yang lalu,” ucap Abdul Haris yang juga wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS).

Menurutnya buku ini menceritakan perjuangan reformasi yang tidak mengkultuskan nama dan tokoh. Kawan-kawan Aldera menyadari proses demokratisasi harus diperjuangkan secara bersama-sama. 

ALDERA Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999 menjadi buku yang sangat penting dalam memetik buah perjuangan sekaligus membaca lintasan sejarah pergerakan mahasiswa dalam sudut pandang “politik yang membebaskan” dalam proses demokratisasi di Indonesia.