Jumat 08/10/2021 merupakan hari ke-5 pengukuhan guru besar Universitas Negeri Jakarta. Tiga Guru Besar UNJ yang dikukuhkan antara lain Prof. Dr. Erfan Handoko M.Si, Prof. Dr. Mangasi Alion Marpaung M.Si dan Prof. Dr. Drs. Sunaryo, M.Si. dari Fakultas Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNJ.
Prof. Erfan Handoko bercerita ihwal sejarah keberadaan material magnet. Menurutnya, material magnet atau yang kerap dikenal besi berani sudah ditemukan sejak masa Yunani kuno disebut sebagai loadestones. Bahkan, sejak 2000 tahun silam, orang Cina kuno juga telah menggunakan besi berani dan kawat magnet untuk keperluan membuat kompas navigasi.
Menurut Prof. Erfan handoko dalam 20 tahun belakangan ini, perkembangan penelitian tentang magnet oleh ilmuan terkonsentrasi pada pengembangan magnet permanen Nd-Fe-B. Hal ini dikarenakan jenis magnet Nd-Fe-B atau yang disebut magnet keramik memiliki sifat-sifat kemagnetan unggul dan kerapatan energi produk maksimum yang sangat tinggi yaitu 512 kJ.m-3.
BACA JUGA: Prof. Muktiningsih: Diperlukan Metode Cepat, Akurat dan Efisien dalam Penanganan Keracunan Makanan
“Itulah sebabnya mengapa material magnet jenis keramik ini masih menjadi primadona dan mengusai 55% pasar global,” katanya
Prof. Erfan Handoko menyinggung soal material magnet permanen memiliki aplikasi sangat luas untuk keperluan berbagai aspek kebutuhan hidup manusia dan industri di Indonesia, serta tergolong sebagai material yang sangat strategis.
“Kebutuhan material magnet semakin banyak dan terus meningkat. Data beberapa tahun lalu, total produksi magnet permanen dunia berjumlah lebih dari 200.000 ton pertahun (sekitar 3.300 juta USD).
Tingginya permintaan pasar global akan magnet permanen tidak terlepas dari fungsi strategisnya yaitu kemampunya untuk merekam data dan menyimpan data. Bahkan juga berguna untuk bidang kesehatan, pembangkit listrik maupun kendaraan listrik membutuhkan magnet.
Bahkan dalam dekade ini, magnet permanen atau magnet heksaferit digunakan pada komponen elektronik yang bekerja pada skala frekuensi gigahertz (GHz). Oleh sebab itu, para peneliti dunia saat ini hanya berfokus pada pengembangan kebermanfaatan magnet tersebut, seperti sebagai material penyerap dan peredam gelombang mikro atau frekuensi tinggi, juga diterapkan dalam teknologi nano dan komposit nano seperti aplikasi magnetoelektrik multiferroik.
Menurut Prof. Erfan Handoko untuk memenuhi komponen material magnet tersebut Indonesia masih bergantung pada produk impor seperti dari Amerika, Jepang, Eropa dan China.
Prof. Erfan Handoko melihat ada peluang Indonesia dalam merebut ekonomi tersebut dengan menyediakan fasilitas, sarana dan akselerasi penelitian nasional mengenai material magnet permanen yang fokus pada proses produksi dan industrialisasi, serta analisis terhadap dampak ekonomi bagi Indonesia.
“Penguasaan dan kesiapan teknologi produksi magnet permanen serta ketersediaan bahan baku yang berbasis sumber daya mineral nasional menjadi syarat penting, sehingga ketergantungan magnet pada negara lain dapat dikurangi”
Pasalnya, dalam amatan Prof. Erfan Handoko sumber bahan baku material magnet di Indonesia cukup menjanjikan. Seperti ketersediaan pasir besi di Indonesia menurut data Kementerian ESDM RI ada sekitar 5.075.637.708 ton dengan cadangan mencapai 115.494.000 ton dan yang digunakan untuk produksi sekitar 3.865.385 ton.
Peran strategis material magnet menurut Prof. Erfan Handoko juga dapat digunakan untuk kelangsungan industri dan energi serta pertahanan nasional dan kebutuhan sehari-hari yang tidak terlepas dari daya dukung magnet.
Menurut Prof Erfan Handoko, kenyataan tersebut telah mengilhami dasar ide dan pemikiran tentang potensi material magnet yang menjadi orasi ilmiah pada pengukuhan guru besarnya.