Obing Katubi: Jangan Sampai Terjebak Pada Slogan Revolusi Industri 4.0

0
548
Foto: Kiri Tara M. Palupi Moderator Diskusi dan Kanan Obing Katubi Narasumber Utama Kegiaran Seminar Nasional

EDURANEWS,JAKARTA- Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta menyelenggarakan kegiatan seminar nasional (semnas) bertema “Reposisi Peran Bahasa Sastra, dan Seni Era Super Smart Society (Society 5.0).” Seminar nasional tersebut terselenggara melalui daring serta kanal youtube Edura TV.

Obing Katubi sebagai narasumber utama dalam semnas tersebut memberi orasi bertema “Bahasa dan Tradisi Nusantara untuk Pembentukan Karakter Bangsa Sebagai Dasar Menuju Era Masyarakat 5.0.” Dalam orasnya tersebut, Obing menekan pentingnya pembentukan karakter sebelum memasuki masyarakat super cerdas 5.0 bagi bangsa Indonesia.

Obing Katubi merupakan Peneliti Ahli Utama pada pusat Riset Masyarakat dan Budaya Badan Riset dan Inovasi (BRIN). Bidang spesialisasi risetnya meliputi tradisi lisan nusantara dan kaitannya dengan pengembangan karakter bangsa.

Obing mengungkapkan ihwal Konsep masyarakat super cerdas 5.0. Menurutnya, konsep tersebut melihat pembangunan masyarakat yang berpusat pada manusia berbasis teknologi yang dikembangkan oleh Jepang.

Pada intinya, konsep tersebut digagas sejak tahun 2016 dan diluncurkan pada 2019 sebagai kelanjutan dari era revolusi industri 4.0 yang dinilai berpotensi mendegradasi peran manusia.

“Dari hasil berbagai kajian, bahwa Indonesia belum bisa menerapkan revolusi industry 4.0. Misalnya dalam hal pelayanan publik itu sudah harus terjembatani oleh teknologi digital,  karena selama ini kita kerap terjebak pada besarnya jargon termasuk revolusi industri 4.0. Jika benar-benar sudah menerapkan revolusi 4.0 maka tidak ada lagi unsur pelayanan publik yang membutuhkan foto copy KTP, ”katanya.

Gagap teknologi juga kerap menghantui pemerintah di level daerah-daerah dengan bangganya memamerkan slogan mengenai smart city. “ Anehnya lagi, ada walikota mengatakan bahwa kotanya sudah smart city, hanya karena sudah dipasang CCTV. Akan tetapi layanan publiknya sama sekali tidak terkoneksi apapun,”katanya

Obing juga menjelaskan bahwa posisi Indonesia pada dasarnya ada pada tahap “menuju” masyarakat 5.0. “Itupun karena suatu saat nanti mau tidak mau ketika pemerintah sudah berhasil mengatasi kesenjangan digital maka revolusi industri 4.0 adalah keniscayaan. Meskipun tidak bisa prediksi berapa lamanya menuju kesana,”katanya.

Dengan hal tersebut Obing melihat adanya pemahaman masyarakat tentang literasi digital masih rendah. Terutama dibeberapa daerah terjadi kesenjangan digital termasuk proses pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi ini.

Obing mengungkapkan Kesenjangan digital juga berpengaruh terhadap daya saing digital yang masih sangat rendah di Indonesia. Menurut Obing tahun 2020 daya saing digital Indonesia menjadi terendah diseluruh dunia.

“Tentunya hal tersebut berangkat dari banyak faktor seperti kurangnya dukungan infrastruktur digital, pemahaman digital masih sangat rendah serta teknologi digital masih rendah dan faktor lainnya untuk bisa menerapkan revolusi industri 4.0 sampai akhirnya menuju masyarakat super cerdas 5.0,”kata Obing.

Menurut Obing, pemahaman konsep masyarakat super cerdas 5.0 secara konsep adalah masyarakat berkarakter kuat serta memiliki kemampuan inovasi teknologi digital yang tinggi.

Baca Juga: Dekan FBS: Duta Pertama terpilih FBS UNJ Diharapkan Mengedepankan Jiwa Kepemimpinan

Obing menambahkan, konsep masyarakat super cerdas 5.0 berkaca dari Jepang, bahwa mereka sudah berhasil memberikan pondasi yang kuat terhadap pemahaman karakter masyarakat Jepang seperti yang kita kenal sebagai pekerja keras (Karoshi), konsep malu (Harakiri), hidup hemat, loyalitas, daya baca tinggi, kerjasama kelompok dan kemandirian.

Menurut Obing, ketika melihat konteks masyarakat Jepang yang sudah lebih dahulu memasuki revolusi industri 4.0 dan memasuki masyarakat 5.0 yang perlu dipahami adalah bahwa mereka tetap menjaga tradisi sebagai masyarakat Jepang.

“Banyak sekali bentuk inovasi Jepang yang tetap menjaga tradisi  maka kita bisa membandingkan hal itu dengan konteks Indonesia untuk mengukur konteks revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0,”katanya.

Menurut Obing nilai karakter di Indonesia dirasa kaya untuk dilestarikan dan mengandung makna yang sangat penting bagi pengembangan karakter bangsa. Obing mencontohkan seperti gotong royong misalnya tidak semata dipahami sebagai kerjasama, perlu pemikiran luas agar dapat menciptakan rasional agar terbuka jalur lebih luas memahaminya.

“Jadi tradisi lisan nusantara itu berguna terhadap pembentukan karakter bangsa. Bahwa tradisi lisan nusantara bisa menjadi dasar pembentukan karakter bangsa yang kuat,”katanya.