Best Seller

Amir Daud dan Kisah Kasih di Bisnis Indonesia

Availability: In stock

Rp77.000

AINOPSIS

Perjalanan hidup Harian Bisnis Indonesia penuh onak dan duri. Setelah mendapatkan SIUPP ternyata tak
mudah mengelola Koran di era Orde Baru. Sampai 3 tahun, Bisnis Indonesia "kembang kempis". Iklan
sulit didapat. Oplah tidak berkembang pesat. Koran hendak ditutup
Karena di mata pemegang saham koran ini "tidak punya masa depan", merugi, mereka berniat
menutupnya. Mereka menghentikan setoran dananya. Itu jauh dari komitmen mereka untuk setor
modal. Lukman Setiawan, Direktur Utama PT Jurnalindo Aksara Grafika (penerbit Bisnis Indonesia),
kelabakan.
Dia lalu mencari pinjaman ke Panin Bank untuk membayar gaji karyawan. Ongkos cetak di Temprint
ditangguhkan pembayarannya. Kertas koran utang dulu, bayar belakangan. Alhamdulillah. Bisnis
Indonesia terbit terus.

Quantity :
Kategori:

SINOPSIS

Perjalanan hidup Harian Bisnis Indonesia penuh onak dan duri. Setelah mendapatkan SIUPP ternyata tak
mudah mengelola Koran di era Orde Baru. Sampai 3 tahun, Bisnis Indonesia "kembang kempis". Iklan
sulit didapat. Oplah tidak berkembang pesat. Koran hendak ditutup
Karena di mata pemegang saham koran ini "tidak punya masa depan", merugi, mereka berniat
menutupnya. Mereka menghentikan setoran dananya. Itu jauh dari komitmen mereka untuk setor
modal. Lukman Setiawan, Direktur Utama PT Jurnalindo Aksara Grafika (penerbit Bisnis Indonesia),
kelabakan.
Dia lalu mencari pinjaman ke Panin Bank untuk membayar gaji karyawan. Ongkos cetak di Temprint
ditangguhkan pembayarannya. Kertas koran utang dulu, bayar belakangan. Alhamdulillah. Bisnis
Indonesia terbit terus.
LS juga berusaha mencari iklan. Berhasil. Tapi kecil saja. Dua "iklan kuping" di samping logo Bisnis
Indonesia, di halaman satu. Pemimpin Redaksi Amir Daud marah besar. Beberapa hari kemudian, dia
mengundurkan diri.
Manajemen baru redaksi segera merombak koran. Rubrikasi setiap halaman diubah. Dengan
menyediakan informasi yang dibutuhkan kalangan pengusaha dan pelaku ekonomi.
Pada 1988 terjadi liberalisasi perbankan. Berbagai korporasi ramai-ramai mendirikan bank. Bagai
cendawan tumbuh di musim hujan. Pasar modal juga digenjot. Perusahaan didorong "untuk terjun" ke
bursa. Menjual sebagian saham guna memperoleh dana segar.
Dua sektor itu berkembang pesat. Bisnis Indonesia mengambil keduanya sebagai sajian utama.
Pelanggan senang. Pengusaha yang hendak menjual saham perdana menjadikan koran ini untuk
memasang iklan. Besar-besar, hingga 3-4 halaman. Nilainya besar pula. Omzet iklan melejit.
Cuma dalam waktu setahun, pendapatan PT JAG melesat. Untung besar.
Di zaman Orde Baru itu, Bisnis Indonesia pernah hendak dibreidel. Gara-gara memuat artikel analisis
APBN oleh ekonom senior Kwik Kian Gie, di halaman satu. Manajemen "menghadap" Menteri
Kehakiman Mayjen Purn Ismail Saleh di kantornya. Koran ini selamat. 
Saat Bisnis Indonesia maju pesat. Sejahtera. Bonus dibagikan. Dalam setahun pernah bonus dibagikan
hingga tujuh kali. Seluruh karyawan, tentu saja, riang gembira. Tertawa lebar.

Berat 1 kg
Loading...