EDURANEWS, JAKARTA. Begitu banyak faktor yang menyebabkan mengapa kurang efektifnya implementasi MBS di sekolah. Hal itu diungkapkan Prof. Nurhattati dalam orasinya yang bertajuk “Rekultivasi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada Sekolah Dasar: Tantangan dan Peluang di Indonesia” di Aula Latief Hendraningrat Gedung Dewi Sartika UNJ (15/11).
Menurut Prof. Nurhattati keberadaan, peran, dan fungsi pendidikan dalam kehidupan berimplikasi pada tuntutan perubahan pendidikan. Maka diperlukan perubahan model manajemen dalam sistem pengelolaan pendidikan menjadi sebuah keniscayaan zaman. Sebagai tuntutan global maka perlu implementasi manajemen berbasis sekolah.
Amatan Prof. Nurhattati Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah desentralisasi kewenangan (otoritas) pembuatan keputusan dari pemerintah pusat atau daerah ke sekolah. Namun tetap berada dalam bingkai kebijakan utama pemerintah pusat.
Salah satu yang menjadi poin adalah mengembangkan kapasitas sekolah dalam upaya kembangkan sistem manajemen dan pembelajaran. Potensi sekolah harus dimaksimalkan meliputi kepala sekolah, guru, staf, juga siswa, orang tua, siswa, orang tua dan stakeholder lainnya. Yang akan membawa pengaruh besar dalam penyelenggaraan pendidikan.
Penguatan partisipasi masyarakat tercermin dalam komite sekolah sebagai inisiator dan pendukung kebijakan. Menurut Prof. Nurhattati semakin aktif keterlibatan komite, semakin bermutu hasil pendidikan dan sebaliknya.
faktor internal yang harus diperhatikan salah satunya adalah peran kepala sekolah sebagai jantung kepemimpinan sekolah. Maka diperlukan pelatihan intensif untuk penguatan kompetensi yang berpengaruh pada keputusan sekolah dalam implementasi MBS. Begitu juga keterlibatan masyarakat dan pemberdayaan sumber daya manusia sekolah.
Untuk mengurai permasalahan dan mandeknya implementasi MBS pada sekolah dasar yang sudah dilakukan pada tahun 2002 maka diperlukan rekultivasi yakni memanen kembali praktik baik dengan menumbuhsuburkan komitmen dan kesadaran melaksanakan prinsip-prinsip MBS dalam peningkatan kualitas manajemen dan pembelajaran di sekolah.
EDURANEWS, JAKARTA. Melalui pandangan ilmu pengetahuan, pengembangan Individu atlet dengan menggunakan metode kepelatihan terbaru berbasis Sport Science, olahraga renang akan mampu mencapai prestasi di Olimpiade 2044. Hal itu diungkapkan Prof. Abdul Sukur dalam orasinya yang bertajuk “Akselerasi Prestasi Cabang Olahraga Renang Menuju Indonesia Emas 2045” di Aula Latief Hendraningrat Gedung Dewi Sartika UNJ (14/11).
Berkaca dari atlet-atlet renang berprestasi di masa lalu, Prof. Abdul Sukur mengamati dengan detail bagaimana para perenang ini menjadi benchmark dalam pengembangan atlet. Diantaranya Joseph Schooling perenang muda Singapura yang mengejutkan dunia yang kala itu berhasil mendapatkan medali emas di nomor 100 meter gaya kupu-kupu pada Olympiade 2016 di Rio, Brazil.
Amatan Prof. Abdul Sukur, usia emas rata-rata atlet renang berprestasi ada di kisaran 22 tahun. Pada fase ini dukungan penuh dalam pembinaan harus dipenuh. Melihat data terkini, seharusnya Indonesia dapat mengoptimalkan “pabrik talenta” muda ini di tahun 2044 melalui pembinaan sentra yang berkolaborasi dengan perguruan tinggi. Saat ini terdapat 4 Sentra Latihan Olahragawan Muda Potensial yang salah satunya ada di UNJ.
Menurut Prof. Abdul Sukur dalam upaya meraih visi Indonesia Emas 2045 pada gelaran Olympiade 2044, Indonesia setidaknya harus dapat meraih 20 medali emas, berkaca dari raihan ROC di Olympiade Tokyo 2020, oleh karena itu, cabang olahraga renang setidaknya mentargetkan 2-4 medali emas. Target yang mungkin terlihat ambisius, namun yakin dapat tercapai melihat fenomena perenang muda Indonesia, Felix Viktor Iberle yang berhasil meraih medali emas sekaligus memecahkan Championship Record di World Aquatics Junior Swimming Championships 2023 di Netanya, Israel.
Gagasan Sapta Ide akselerasi prestasi Cabang Olahraga Renang menuju Indonesia Emas 2045
Pada pidato pengukuhan guru besar itu, Prof. Abdul Sukur memperkenalkan gagasan Sapta Ide dalam pemajuan prestasi cabang olahraga renang yakni
1. Faktor genetik,
Faktor genetik merupakan salah satu variabel dalam menemukan bakat melalui potensi genetik. Menurut Prof. Abdul Sukur upaya tersebut dilakukan dengan memfokuskan pada seleksi awal melalui tracking antropometri dan genetik orang tua calon atlet.
2. Kualitas seleksi
Faktor ini meliputi kualitas antropometri, kapasitas jantung paru, dan kekuatan otot rangka.
3. Pembinaan Talenta berdasarkan konsep LTAD
Long-Term Athlete Development (LTAD) memungkinkan pelatih untuk merancang program sesuai dengan tahap perkembangan atlet mulai dari active start, fundamental stage, learning to train, train to train, train to compete, train to win hingga active for life.
4. Perluasan Talent Pool
Perluasan kolam dan persebaran potensi atlet di daerah-daerah menjadi kunci dalam mencari Kandidat atlet yang diverifikasi, melalui potensi daerah terutama daerah pesisir, dengan pendirian pusat-pusat pelatihan yang dikelola oleh daerah, talenta muda dapat diidentifikasi dan dikembangkan secara sistematis dan berkelanjutan..
5. Memperkuat kuantitas dan kualitas tenaga keolahragaan serta memfasilitasi kompetisi kelas dunia
Universitas Negeri Jakarta merupakan salah satu perguruan tinggi penyedia tenaga keolahragaan yang mumpuni, sumber daya tersebut disiapkan dan diasah untuk menghadapi tantangan dan modernisasi sistem kepelatihan yang terbaru.
6. Penyediaan sarana dan prasarana standar Olimpiade berbasis sport science
Penyediaan sarana dan prasarana standar Olimpiade merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas latihan dalam mendukung performa atlet di level dunia. Universitas Negeri Jakarta memiliki kolam arus portabel yang dapat digunakan untuk melakukan analisis biomekanika teknik renang, pengukuran Vo2max, dan pes velocity stroke yang dilakukan secara terintegrasi meskipun secara kuantitas belum memadai untuk memfasilitasi pengujian laboratorium dalam skala besar.
7. Peningkatan Sumber Daya Pendanaan, Kolaborasi dan Kerjasama Multipihak
Ini menjadi faktor kunci karena dapat mendukung lebih banyak program dan inisiatif. Investasi ini harus mendorong prestasi olahraga. Pendekatan kolaboratif ini tidak hanya meningkatkan kinerja atlet tetapi juga mempromosikan partisipasi masyarakat dalam olahraga, meningkatkan reputasi olahraga kita di panggung internasional.
Menurut Prof. Abdul Sukur Sapta Ide ini harus konsisten dilakukan untuk dapat menjadi jalan dalam menciptakan atlet berprestasi kelas dunia.
EDURANEWS, SEMARANG: Pendiri Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pasar Modal Investasi (LP3M Investa) Hari Prabowo menerbitkan buku berjudul Rahasia Harga Saham. Buku tersebut adalah magnum opus pengalaman yang terangkum selama berkarier di pasar modal selama lebih dari 31 tahun dan perbankan selama 11 tahun.
Hari merasa sangat berbahagia. Tepat di hari ulang tahun yang ke 67, dia bisa merayakannya dengan karya. “Akhirnya saya mendapatkan jawaban, mau dibawa ke mana pengalaman panjang saya di masa tua. Saya tulis pembelajaran berharga ini dalam sebuah buku,” tuturnya dalam sambutan di Hotel Aruss, Semarang (11 November 2023).
Alasan pemilihan judul Rahasia Harga Saham merupakan inti sari buku ini. “Harga” adalah misteri dalam saham. Siapa yang bisa memprediksi harga akan menjadi pemenang. Tapi sayangnya tidak ada yang bisa memprediksi harga saham.
Para fundamentalis meyakini emiten yang memiliki fundamental baik akan berprospek bagus. Sama halnya dengan para analis teknikal saham, teori tidak selalu berlaku dalam realitas harga saham. “Intinya tidak ada yang mutlak seratus persen benar dalam memprediksi harga saham, ada banyak faktor yang memengaruhi,” katanya.
Hari melanjutkan bahwa jawaban dari faktor yang memengaruhi harga saham tersebut ada di dalam buku. “Harga saham sangat sensitif, jika ada informasi terkait, ia akan terpengaruh. Di sinilah para investor memerlukan kompetensi yang cukup untuk mengetahui,” ujarnya.
Boleh dibilang dari sekian banyak yang melakukan perdagangan saham, hanya sebagian kecil yang untung, selebihnya rugi. Mengapa yang banyak rugi? Mereka hanya membekali diri dengan uang tapi tidak dibekali oleh pengetahuan. “Kebanyakan mereka kadang cuma hafal kode emiten saja, tidak pernah mencari tahu profil dan laporan keuangan perusahaan,” tambah Hari.
Investor semacam itulah yang sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan. “Saya sebut itu bandarmologi, tapi tidak semua bandar itu negatif. Ada dua jenis, pertama sebagai strategi, kedua memang bertujuan mengambil keuntungan dengan cara yang tidak baik,” ungkapnya.
Hari Prabowo lahir pada 10 November 1956. Dia mengawali karir di bidang perbankan, kemudian juga pernah bekerja di sekuritas. Sampai kemudian pada 2000, dia mendirikan LP3M Investa. Lembaga tersebut melakukan pendidikan untuk calon-calon profesi pasar modal yang mensyaratkan mempunyai sertifikasi wakil perusahaan efek.
Telah banyak lulusan LP3M Investa yang saat ini bekerja di perusahaan sekuritas, perbankan, maupun dana pensiun. Penulis juga menjadi advisor di beberapa perusahaan sekuritas untuk pengembangan sumber daya manusia dan pemasaran.
Selain itu juga dekat dengan kalangan kampus karena sering diminta sebagai narasumber di beberapa Perguruan Tinggi. Tidak hanya itu, dengan keinginan untuk mengembangkan investor lokal yang memang sangat diperlukan di negeri ini maka penulis saat ini konsen untuk melakukan edukasi khususnya kepada investor baik perorangan maupun institusi, bahkan juga memberikan pelatihan di lembaga hukum.
Bentuk Pendidikan dan pelatihan tidak hanya dilakukan melalui kelas saja namun juga membentuk suatu Komunitas Investor saham yang dinamakan Komunitas Investa. Di samping itu juga mengisi di tulisan maupun komentar melalui beberapa media cetak dan radio.
Di Ambang Kematian menjadi daftar film horor yang patut ditonton tahun ini. Di Ambang Kematian, jelas-jelas ia mencoba membawa gagasan horor yang beda. Membawa penonton pada logika mengapa horor dan teror dapat tercipta dari teror yang dihadirkan dari setiap adegan yang ditampilkan.
Set artistik film dari rumah tua–perumahan tua dalam film ini sangat memikat; dari rumah yang usang, berdebu karena perlahan sedang diperbaiki oleh pemiliknya. Adegan ketika kamera menyorot pada obat-obatan yang dikonsumsi si Ibu yang sakit keras turut membawa kehororan.
Di awal film, dialog antara Nadia kecil (Raya Adena Syah) dan ibunya (Kinaryosih) saat sakit keras menginginkan anaknya itu nurut dengan Bapak. Pusat teror dan teka-teki coba dipusatkan kepada sang Bapak. Dalam keluarga Jawa, Bapak adalah pusat dari keluarga. Apapun keputusan Bapak seakan-akan menjadi keputusan yang harus diterima oleh anggota keluarga lain, tanpa cela.
Dalam film ini, peran ibu menerima segala keputusan bapak sangat mempengaruhi keputusan anak-anaknya. Meskipun singkat, petuah ibu ini menjadi clue dan tanda tanya mengapa keputusan bapak harus diikuti?
Azhar Kinoi Lubis sebagai sutradara membawa kehororan rumah lama yang sedang dipugar ini menampilkan kehororan. Kemunculan hantu-hantu dari orang-orang terdahulu korban pesugihan terasa lebih menyeramkan dibandingkan hantu utama dalam pesugihan yang digambarkan berkepala kambing.
Efek ngilu dari adegan yang mengerikan; terutama ketika ibu mencemplungkan wajahnya ke air panas, bunuh diri Nadia (Taskya Namya), dan Yoga (Wafda Saifan) yang harus disiksa oleh hantu-hantu itu.
Pesugihan dalam film ini berkaitan dengan kemiskinan yang dialami tokoh bapak Suyatno (Rifnu Wikana). Untuk membebaskan dari kemiskinan ia memilih melakukan pesugihan dengan mengorbankan seekor kambing hitam. Hingga ia memilih jalan pintas untuk menjadi kaya karena keserakahan dari sosok bapak yang di dalam film tidak ditampilkan, justru ini menjadi daya tarik bagaimana sosok bapak ini seolah-olah tanpa celah untuk dapat disalahkan. Bukankah ia pelindung keluarga?
Akting yang dibawakan setiap pemain film Di Ambang Kematian memiliki kualitas yang sangat baik dari segi pendalaman tokoh, sehingga film ini dapat dinikmati dari segi kualitas aktor yang dibawakan.
Hal yang menjadikan momen menarik dalam film ini adalah keintiman Nadia dan Bapak Suyatno ketika berkeliling di daerah Jawa untuk mencari orang-orang yang mampu menolongnya dari teror pesugihan ini.
Nadia dengan segala kebenciannya terhadap bapak yang tak terucap. Tubuh Nadia seakan-akan terkungkung tak dapat menyatakan kebencian, mungkin karena petuah sang ibu untuk nurut sama bapak.
EDURANEWS, JAKARTA: Universitas Negeri Jakarta (UNJ) meriahkan acara gala dinner Ditjen Diktiristek dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) di Ballroom Hotel JW Marriott (15/10).
Dalam rangka mempraktekan program Merdeka Belajar kampus Merdeka (MBKM), segenap civitas akademika UNJ turut serta terlibat mempraktekan program MBKM dalam memeriahkan kegiatan itu.
Pengisi acara berfoto bersama
Pertemuan para pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan pejabat Diktirisktek itu melibatkan Civitas Akademika UNJ yang terlibat dalam suksesi acara tersebut a.l Event Organizer dari Pendidikan Adm Perkantoran FE, Duta – Humas UNJ, Unit Kesenian Mahasiswa (UKM), Batavia Chamber Orchestra (BCO), Prodi Tata Rias FT, instruktur senam FIK, dan Edura TV.
Untuk Mahasiswa Prodi Adm Perkantoran FE yang sedang menempuh mata kuliah event organizer (EO) sebagai bagian belajar dan praktik langsung mengenai penyelenggaraan sebuah kegiatan penting.
Tidak hanya itu, Duta – Humas UNJ berperan sebagai MC, pertunjukan tarian nusantara dari UKM-UNJ, dan penampilan BCO sebuah academic orchestra dari para mahasiswa dan dosen pada ajang silaturahmi antar perguruan tinggi itu.
Sementara, mahasiswa tata rias UNJ juga terlibat sebagai perias dalam kegiatan fashion show para ketua Dharma Wanita Persatuan-Perguruan Tinggi pada ajang gala dinner yang turut memeriahkan pertemuan tersebut.
Ibu Dharma Winata Persatuan Perguruan Tinggi senam bersama di TMII
Untuk menambah bugar dan sehat, Ibu Dharma Wanita Persatuan-Perguruan Tinggi juga melakukan senam bersama di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang didampingi instruktur senam dari FIK UNJ.
Ketua Dharma Wanita Persatuan UNJ Linda Zakiah juga menggagas pertunjukan fashion show nusantara sebuah kolaborasi pertunjukan fashion show oleh para ketua DWP-PTN Se-Indonesia dengan pakaian adat dari masing-masing wilayah Perguruan Tingginya.
Dalam kegiatan itu Prof Nizam Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Kemendikbudristek mengapresiasi suguhan kreasi dan kreatifitas mahasiswa UNJ. Dirinya menyebut kegiatan ini memberi pertalian erat silaturahmi antar Perguruan Tinggi dalam rangka saling asah, asih, dan asuh.
Prof Nizam menyampaikan pidato
Dalam sambutannya Prof Nizam mengemukakan program kampus merdeka telah memberi dampak positif bagi mahasiswa di Indonesia. Dirinya menyebut sebanyak 920 ribu mahasiswa terlibat dalam program baik IISMA (Indonesian International Student Mobility Award), pertukaran mahasiswa merdeka, magang, studi independent bersertifikat, kampus mengajar maupun program dari kampus masing-masing.
Nizam menyebut berdasarkan hasil survey Tahun 2022 sarjana yang dengan lulusan program MBKLM memiliki tingkat keterserapan dengan waktu tunggu yang semakin pendek. “Jadi masa tunggu yang pendek dari lulusan dan penghasilan meningkat 2.5 kali lipat dibanding sarjana yang tidak mengikuti MBKM,” ungkapnya.
Selain itu, Nizam juga menjelaskan bahwa pelaksanaan Program Dana Padanan (Matching Fund) Kedaireka menunjukan pertumbuhan yang signifikan. Banyak perguruan tinggi yang telah bersinergi dan berkolaborasi dengan dunia usaha dan industri (DUDI) untuk menciptakan berbagai peluang yang lebih bagi mahasiswa untuk menemukan masa depannya dan membangun Indonesia emas.
Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) berfoto bersama
“Capaian yang sangat menarik adalah naiknya peringkat indeks inovasi Indonesia. Pada 2020, indeks inovasi Indonesia menduduki peringkat ke-35. Namun, tahun 2023 ini naik tajam menjadi peringkat ke-5,” tutur Nizam.
Lebih lanjut, Nizam juga menyampaikan apresiasinya dalam urusan publikasi dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang kian bertambah kualitasnya seiring dengan banyaknya sitasi yang dilakukan.
Kendati demikian, perguruan tinggi negeri diminta untuk terus menunjukkan kinerja dan kemampuan dalam melaksanakan program yang telah direncanakan secara optimal demi membangun revitalisasi kampus yang sehat secara intelektual, jasmani, spiritual, dan sosial serta dapat menyerap anggaran dengan baik.
Nizam juga mengungkapkan kesenjangan antar Perguruan Tinggi semakin sempit yang menurutnya tidak terlepas dari kerja keras dari para pimpinan Perguruan Tinggi. Termasuk upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual dan perundungan yang semakin menunjukan hasil positif.
“Terlihat dari laporan yang masuk, ditindak lanjuti dan diberi sanksi bagi pelaku, ini harus terus kita gelorakan dan saya apresiasi dharma wanita yang sudah membangun sahabat kampus,” tukasnya.
Dalam akhir sambutannya Nizam mengajak antar Perguruan Tinggi untuk melakukan serapan anggaran yang berkualitas, tepat saran, tepat penggunaan dan tepat administrasi.
Sebentar…. Menonton Petualangan Sherina 2 bukan untuk memuaskan ekspektasi kita sebagai penonton, menginginkan film ini sebaik film sebelumnya. Agaknya Petualangan Sherina 2 harus dinikmati karena ‘nostalgik’, penasaran bagaimana kelanjutan kisah Sherina Melodi Darmawan (Sherina) dan Sadam Ardiwilaga (Derby Romero) dalam dunia rekaan Riri Riza dan Mira Lesmana.
Petualangan Sherina 2 menyajikan melankolia kota dalam kacamata Sherina. Ia bukan hanya perempuan yang cerdas, periang, tetapi juga perempuan yang berkarier cemerlang di Kota Jakarta sebagai reporter, namun malang dalam soal asmara. Kesuksesan adalah impian bagi siapa saja yang tinggal di Jakarta ini sebagai pekerja kantoran.
Melankoli kota yang terekam dari pandangan Sherina dari interaksinya dengan orang-orang kota, sehingga ia terlihat egois khas orang-orang kota dalam asmara dan kehidupan sehari-hari. Mencari pembenaran dan jawaban mengapa dirinya dighosting begitu lama oleh Sadam?
Meski dalam realitanya gak akan seperti dunia rekaan Sherina, tetap saja beberapa bagian pasti relevan bagi manusia kota misalnya saja, keinginan resign karena kecewa, mencari jawaban karena dighosting, curhat ke orang tua, merenung ‘me time’ di apartemen.
Sherina sebagai manusia apartemen adalah bagian melankolia kota yang periang dalam bekerja tetapi juga gampang kecewa soal asmara dan pekerjaan karena dirinya gagal meliput forum ekonomi dunia di Swiss.
Selain nostalgia dengan para tokoh sebelumnya, kita juga diberikan ruang untuk menyelami lebih jauh meski sepintas lalu lewat barang-barang yang penuh kenangan masa lalu; tas, kompas, foto dan lainnnya.
Impresi musik yang disajikan dengan riang khas Sherina adalah hal yang langsung menusuk imajinasi mengingat film sebelumnya. Musik dan koreografi dalam film Petualangan Sherina 2 adalah jantung dalam film, jadi candu. Musik dan koreografi yang impresif tanpa ini film akan terasa kering.
Petualangan Sherina 2 menjadi film yang benar-benar menjual nostalgik para penontonnya.
Kritik JB Kristanto
Suksesnya Petualangan Sherina (1999) sebagai film yang mampu menjaring penonton begitu banyak, karena kesuksesannya dalam pemasaran film dan kasetnya. Petualangan Sherina yang dikerjakan oleh orang-orang lulusan IKJ beberapa nama seperti Riri Riza, Eros Eflin, Yadi Sugandi menjadi orang-orang yang sama dalam menggarap film Petualangan Sherina 2.
JB Kristanto melukiskannya, “sebagai film yang dibuat dengan penuh penyiasatan dari sisi jenis, kisah, pemilihan pemain, promosi, dan ternyata mendapat sukses luarbiasa secara komersial (Katalog Film Indonesia 1926-2005). Namun, JB Kristanto juga memberikan kritiknya mengenai ketidaktaatasasan terutama dalam dua pola akting tokoh baik yang diperankan secara biasa sementara tokoh jahat yang dimainkan secara ‘karikatural’.
Ketidaktaatasasan inilah yang sepertinya coba diredam dalam Petualangan Sherina 2. Unsur-unsur komikal coba dihadirkan dalam dua sisi. Penyelamatan gemilang unsur komikal itu ada dalam tokoh Aryo (Ardit Erwandha) dengan celetukan-celetukan khas anak muda sekarang, misalnya soal ngeblock instagram, sukses mengundang tawa para penonton. Namun rasa ke-homealone-an yang juga dikritik JB Kristanto belum mampu mencampur dua gaya itu masih terasa dalam film. Banyak para penonton yang kehilangan sosok-sosok komikal yang keren seperti Pak Raden (Butet Kartaredjasa) dan komplotannya.
Tanpa harus terbebani film sebelumnya, Dedi (Randy Danistha) dan komplotannya ditampilkan berbeda dengan sedikit rasa humoris bagi penonton. Sosok Ratih (Isyana Sarasvati) dan Syailendra (Chandra Satria) sebetulnya memiliki potensi dalam karakterisasi. Namun minimnya ruang eksplorasi karakter ini menjadi gampang terbenam dan terlupakan. Hal ini juga yang terasa dalam tokoh Sindai (Quinn Salman) menjadi penghubung cerita dalam film yang minim eksplorasi.
Di dalam film, entah yang sangat mengganggu sampai sekarang adalah produk jurnalistik yang dihasilkan Sherina dan Aryo sangat tidak berkualitas. Jadi kaya gak perlu aja gitu… hehee.
Saat menonton di CGV, sedikit tips pilihlah yang Starium dengan kualitas layar dan Audio Dolby Atmos, yang sangat baik membantu pengalaman menonton yang luarbiasa dalam menikmati musik dan koreografi yang ditampilkan.
Benarkah Kecerdasan Buatan menjadi ancaman bagi umat manusia?
Gareth Edwards melalui film The Creators telah membawa imajinasi yang tidak biasa, melupakan sejenak kehidupan yang serba cepat akibat teknologi yang begitu masif telah membawa banyak perubahan dalam komunikasi manusia; AI (Kecerdasan Buatan).
Sebagai film fiksi ilmiah, Gareth Edwards ingin membawa kita untuk dapat menikmati film dengan detak kagum tanpa henti-hentinya. Inilah presentasi ‘realisme magis’ dalam film ini yang siapa saja yang ingin menontonnya akan terbawa pada situasi yang mengagumkan.
Tentu ini berkaitan dengan masa kecil Gareth Edwards yang ia pikirkan dalam Film favoritnya adalah wahana bermain visual yang tidak hanya menampilkan drama tetapi juga emosi, yang tentu ini jika diselami seperti mimpi.
“Film ini adalah perpaduan film-film yang saya sukai sejak kecil,” ujar Gareth.
The Creators bukan film fiksi ilmiah ‘robot-robotan’ biasa yang hanya mengandalkan sisi perang teknologis, ia menawarkan gagasan visual yang mengandalkan potongan-potongan visual masa lampau sehingga filmnya menjadi sangat artistik.
Guntingan-guntingan visual itu menyatu dalam film menjadikan film ini terkesan artsy tetapi tidak terkesan hanya menempelkan saja entah itu berupa potongan film lawas maupun lagu-lagu lawas, termasuk lagu lawas Indonesia, pilihan-pilihan fonts teks yang robotik. Semua terasa pas dan menambah sisi humor, tragedi maupun nostalgia akan kehidupan masa lalu.
AI di film ini, ia adalah teks yang mempengaruhi kehidupan yang seharusnya membantu manusia dalam kehidupannya. Ia memang menggantikan, tetapi ia bukan hanya benda biasa yang tak memiliki emosi; ini gagasan sekaligus hal yang selalu dikritik oleh kita, AI ia memang cerdas tetapi tak memiliki emosi.
Untuk melawan ketidakadilan AI menciptakan senjata yang paling paripurna yakni Alphie (Madeleine Yuna Voyles).
The Creators menawarkan AI yang memiliki Emosi seperti manusia, ia bisa merasakan sakit sekaligus keinginan untuk merdeka. Ini yang kita rasakan saat scene Alphie ketika mengatakan untuk “Kemerdekaan”.
Pencarian Nirmata, dan pewaris Nirmata itu sendiri Maya (Gemma Chan) adalah seorang ibu. Hubungan-hubungan organik mengenai keluarga antar manusia dan AI begitu kental terasa di beberapa sisi tokoh yang ditampilkan, entah dalam tokoh utama Joshua (Jhon David Washington) maupun para tokoh biasa dalam film ini.
Meskipun terasa lemah dalam cerita, terutama kisah akhir, namun proses penyajian dalam pembabakan cerita dalam format seperti membaca sebuah buku, menjadikan pesan-pesan kuat dalam film ini terasa terangkumkan dengan baik. Memang sisi cerita peperangan melawan AI, dikotomi Barat-Asia, menawarkan sisi dramatis gelap dan terangnya sebuah tragedi teknologi.
Sia-siakah manusia (barat) menciptakan AI?
Jika kalian ingin merasakan pengalaman menonton yang lebih, saya rasa memilih bioskop berlabel IMAX patut dipertimbangkan.
Diskusi publik bertajuk “Investasi Asing dan Ancaman Eksistensi Melayu Studi Pulau Rempang” memberikan sudut pandang yang menarik karena pelbagai kajian lewat kacamata kebudayaan membuka lebar mata semua orang untuk melihat Pulau Rempang yang berkebudayaan.
Prof. AB Takko salah satu pembicara dalam diskusi publik daring menjelaskan secara komprehensif mengenai eksistensi kebudayaan warga pulau rempang. Sumpah melayu yang dijunjung orang Melayu-Bugis ini menjadi turning point atau titik balik melihat kemanusiaan dan kebudayaan di Pulau Rempang.
Hal ini juga yang diperhatikan oleh founding father dalam konstitusi. Di sinilah harusnya negara masuk dengan menjunjung konstitusi. Bagi Prof. AB Takko Pulau Rempang adalah bagian dari bangsa Indonesia.
Jika melihat sejarah kebudayaan Pulau Rempang yang orang-orangnya telah puluhan dan ratusan tahun beranak pinak telah menghasilkan cultural system, social system dan physical cultural. Maka pemindahan secara paksa akan mencabut akar kebudayaan orang-orang rempang. Mereka telah menata kehidupannya yang menghasilkan kehidupan berkebudayaan yang aman, tenang dan damai.
“Itulah yang disebut berbudaya ada simbol yang dibuat sebagai standar kehidupan dan keharmonisan sosial,” ujar Prof. AB Takko
Isu relokasi yang menjadikan Pulau Rempang menjadi Ecocity telah menyebabkan shock culture. Pendekatan kemanusiaan, musyawarah dan dialog harus dijalankan bukan dengan paksaan. Pendekatan kebudayaan ini sangatlah penting.
Nilai-nilai Melayu-Bugis adalah sopan, santun dan menghargai orang. Jadi saling menghargai dan memanusiakan. Bagi Prof. AB Takko inilah yang dinginkan orang-orang rempang yang ingin dimanusiakan sesuai dengan konstitusi.
Prof. AB Takko menjelaskan konsep Tudang Sipulung yang menekankan budaya musyawarah yang akan membawa pada kemanusiaan dan keadilan. Pendekatan kemanusiaan atau top down harus dilakukan negara, bukan melalui kekerasan.
“Mereka menghormati keputusan yang sudah dimusyawarahkan,” ujar Prof. AB Takko. Perubahan harus dipahami oleh warga bukan hanya penentu kebijakan sehingga pendekatan kebudayaan, musyawarah sangat diperlukan.
Bagi Prof. AB Takko, ini menekankan pendekatan dialog dan musyawarah yang mendengarkan suara warga. Persoalan pemindahan orang-orang pulau rempang harus lewat jalan dialog. Kepindahan warga rempang harus menghasilkan ketenangan warga. Pendekatan musyawarah ini harus diperhatikan bagi penentu kebijakan.
“Dekatilah lewat pendekatan kemanusiaan dan kebudayaan,” ujar Prof. AB Takko.
Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul adalah salah satu film alih wahana dari cerita horor yang dikenal orang-orang lewat sebuah podcast. Sebagai alih wahana, tantangan seorang sutradara salah satunya adalah memindai elemen kengerian menjadi visual dalam film, tentu ini tidaklah mudah.
Kita sebagai pendengar kisah horor melalui medium podcast tentu memiliki pengalaman berbeda jika disajikan dalam bentuk elemen film. Dengan cara penyampaian narasi dan dialog-dialog yang mungkin saja berbeda, kita dapat menyelami kehororan yang berbeda karena adanya permainan teknik pengambilan gambar, CGI, colour grading dan hal-hal lainnya yang mendukung pada tawaran kengerian pada film.
Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul yang digawangi Awi Suryadi mencoba meramu film ini berdasarkan apa yang dituturkan Om Hao. Dari awal dimulai film ini, Awi Suyadi mencoba tidak terburu-buru membawa elemen kengerian, lebih membawa ke penonton masuk ke dalam story atau cerita yang dibangun.
Kesabaran dalam membangun cerita ini, menjadi daya tarik tersendiri dalam masuk ke elemen kengerian selanjutnya, ketika Hao (Deva Mahenra) mencoba menelusuri kejadian hilangnya Sari (Nayla D. Purnama) siswi di sekolah SMK.
Dengan kesabaran untuk memasukan elemen kengerian dan jumpscare dari hantu pocong gundul yang memang sedikit muncul dalam film, justru kengerian, ketakutan, kaget sebagai penonton dirasakan lewat pengalaman-pengalaman tokoh di dalamnya; Hao, Sari, Walisdi dan lainnya.
Meskipun sedikit muncul, beberapa penonton merasa kaget saat beberapa kali elemen horor pocong gundul melalui siluet maupun suara dentuman. Kemampuan Hao yang disebut dengan retrokognisi inilah yang coba dimasukan ke dalam film sebagai pengalaman penonton untuk merasakan hilang seperti Sari. Terutama scene saat menjahit di sekolah.
Berbeda ketika hanya mendengar atau menonton dalam podcast, puzzle kengerian dalam film ini saling terhubung dari, narasi, teknik pencahayaan, latar sekolah yang membangun mood film yang mencekam. Entah mengapa visual yang ‘kuning’ menjadikan film ini terasa mewah.
Kengerian dari wajah Hao dan Sari yang muncul dalam cermin ini menjadi elemen horor yang coba memaksa visual penonton mengalami pengalaman itu. Tentu kemampuan naratif dari film ini yang sabar membangun cerita horor ini sedikit menawarkan kengerian tersendiri didukung dengan kengerian karakter Walisdi (Iwa K) dan pemeran lainnya yang tidak kalah penting. Karakter Rida (Della Dartyan) yang humoris membawa elemen humor yang mengundang tawa beberapa penonton.
Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul menawarkan kengerian dari kayanya elemen visual yang ditawarkan yang terasa mewah, kekuatan naratif sentuhan dari Agasyah Karim Khalid Kashogi dalam film ini menjadikan sesuatu yang berbeda dari film-film karya Awi Suryadi lainnya.
Sepertinya itu yang terjadi, narasi yang kuat dengan sabar masuk hingga kita sejenak melupakan formula horor yang barangkali hanya itu-itu saja yang hadir dalam film ini.
Bagaimana jadinya jika perempuan hidup dalam kesendirian di rawa ?
Where the Crawdad Sing (2022) berkisah tentang seorang perempuan bernama Kya. Ia hidup sendiri di sebuah rumah yang orang-orang bisa saja menyebutnya sebagai ‘penyihir’. Kya tidak dianggap sebagai manusia pada bisa, bahkan ‘perempuan’, karena dirinya sangat berbeda dengan orang-orang itu. Ia adalah ‘gadis paya’ begitu orang-orang memanggilnya.
Where the Crawdad Sing film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama dari penulis Delia Owens.
Sejak kecil, Kya merasakan kekerasan yang tentunya akan berpengaruh pada psikologisnya. Ia ditinggal oleh ibu dan saudara-saudaranya, karena ayahnya sangat pemarah, tak segan untuk memukul ibu dan saudara-saudaranya jika terusik. Satu persatu mereka pun pergi.
“Jika ada masalah,” ucap Jodie saudara laki-lakinya, “sembunyilah di dalam Paya tempat udang karang bernyanyi.”
Perundungan dialaminya ketika pertama kali bersekolah. Tanpa alas kaki, kegembiraannya untuk mengikuti sekolah sepertinya sirna, dirinya diejek oleh anak-anak lainnya; ayam paya, tikus rawa.
“Mungkin dia tinggal, di rawa,” “Dia pasti berkutu,” begitu kata anak-anak.
Ternyata sekolah tidak membuatnya nyaman. Sekolah menjadi imaji buruk baginya karena perundungan. Bagi Kya kecil tidak ada sekolah yang cocok baginya kecuali alam atau rawa itu sendiri.
Akting Kya kecil (Jojo Regina) begitu mengagumkan, ia mampu menyelami karakter Kya kecil yang tangguh sekaligus rapuh. Ia tangguh jika tubuhnya berada di alam, sedangkan di urban tubuhnya terpenjara.
Sekolah tidak akan menghentikan bakat gambar dari Kya (Daisy Edgar Jones). Barangkali Kya mewarisi teknik menggambar yang baik dari Ibunya. Ia mampu menggambarkan dengan detail yang sangat baik binatang-binatang yang ada di sekitar rawa. Daisy Edgar Jones mampu membangun karakter Kya dan bangkit dari keterpurukan.
Penderitaan akan cinta yang dialami Kya datang silih berganti; ia ditinggal oleh ibu dan saudaranya, ditinggal kekasih pertamanya, dan dicampakan oleh kekasihnya yang baru.
Meskipun perasaannya hancur dari penderitaan, seakan-akan rawa-rawa itu menyembuhkannya dari kesedihan, kekecewaan dan penderitaan Kya.
Gambar-gambar yang dibuat Kya memberikan visual yang memanjakan mata. Gambar-gambar itu mampu menyihir mata untuk mengagumi seni gambar dalam memvisualisasikan binatang-binatang yang hidup di Paya; ulat, kupu-kupu, capung dan burung-burung. Mencintai sains dengan seni gambar dari tangan-tangan Kya.
Begitu banyak orang yang mencibir dan membencinya. Kya masih dilindungi oleh beberapa orang yang mencintainya; Tim Milton (David Strathairn), Jumpin (Sterling Macer) dan Mabel (Michael Hyatt).
Kya benar-benar hidup dari rawa Carolina Utara itu, ia mengambil kerang-kerang lalu menjualnya di toko kelontong Jumpin dan Mabel. Mereka adalah pasangan dari kulit hitam taat beragama, mereka begitu peduli dengan perkembangan dari Kya. Dari matanyalah kita diajarkan untuk melihat Kya tanpa perbedaan.
Where the Crawdad Sing banyak membuka ruang untuk dapat membaca pelbagai kemungkinan; problem pendidikan, urbanisasi, persoalan profesi/pekerjaan dan hal-hal lainnya. Visual yang mengagumkan dari rawa-rawa itu akan menyihir bagi siapa saja yang menyukai alam sebagai simbol kemaknaan.
Siapakah sebenarnya yang membunuh Chase Andrew (Harris Dickinson) ? Rawa-rawa itu mungkin saja akan memberikan jawabannya kepadamu.
Atau dia akan menyembunyikannya.
Where the Crawdad Sing dapat Anda temui di Netflix.