SEMARANG KOTA MAHASISWA TERBAIK 2020

0
257

Mengenang Peletakan Prasasti Kota Mahasiswa di Kampus Rawamangun oleh Presiden Soekarno

Tim Peneliti Pemeringkatan Kota-kota Mahasiswa Terbaik di seluruh Indonesia 2020 UNJ yang diketuai oleh Hafid Abbas dengan anggota: Ahman Sya, Nadiroh, I Made Putrawan, Dede Rakhmat Hidayat, Sukro Muhab, dan Anggoro B Susilo, telah melakukan penelitian pemeringkatan ini dengan menggali semangat peletakan Prasasti Kota Mahasiswa oleh Presiden Soekarno  pada 15 September 1953, di Gedung Daksinapati (sekarang gedung Fakultas Ilmu Pendidikan, UNJ) yang menyatakan bahwa kawasan Kampus ini sebagai “Kota Mahasiswa” Jakarta. Saat itu, UNJ masih menjadi bagian dari UI sebagai sekolah keguruan dan ilmu pendidikan.

Prasasti “Kota Mahasiswa” ini kini seakan terlupakan, meski ini adalah salah satu warisan monumental Soekarno kepada dunia pendidikan di tanah air yang patut dikenang selamanya.

Istilah “Kota Mahasiswa” oleh Presiden Soekarno kelihatannya baru mulai dikenal oleh masyarakat internasional setelah pertama kali Quacquarelli Symonds (QS) bersama Times Higher Education (THE) mempublikasikan hasil studi pemeringkatan kota-kota mahasiswa terbaik di dunia pada 2010. Misalnya, pada 2019, QS menempatkan London sebagai Kota Mahasiswa terbaik di dunia, kemudian disusul oleh Tokyo dan Melbourne di urutan kedua dan ketiga. Pemikiran Soekarno sungguh melampauhi zamannya.

QS menjelaskan bahwa satu kota patut disebut sebagai Kota Mahasiswa apabila memenuhi berbagai krieria berikut.

Pertama,  di kota itu sudah terdapat minimal dua perguruan tinggi bereputasi yang melayani masyarakatnya yang berpenduduk lebih 250 ribu jiwa. Keberadaan Kampus UI Salemba sebagai Perguruan Tinggi Kedokteran dan Lembaga Pendidikan Jasmani, dan Kampus Rawamangun sebagai Perguruan Tinggi Ilmu Hukum, Kesusasteraan dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, dan kawasan Pegangsaan Timur sebagai tempat hunian para mahasiswa, sungguh sudah memenuhi kriteria QS yang baru muncul setelah 57 tahun peletakan Prasasti Soekarno di Kampus Rawamangun.

Kedua adalah kehadiran mahasiswa dari daerah lain, kehadiran mahasiswa internasional yang cukup proporsional yang memilih satu kota dengan pertimbangan bahwa kota itu ramah terhadap perbedaan latar belakang budaya, corak kehidupan masyarakatnya yang toleran, dan inklusif.

Selanjutnya adalah kategori pilihan mahasiswa bersama orang tuanya sendiri dengan pertimbangan kota itu aman, tidak ada konflik, nyaman, dan terdapat banyak peluang kerja setelah tamat, dsb.

Keempat adalah aspek keterjangkauan yang terkait dengan indikator-indikator, seperti: biaya kuliah dan biaya hidup, dan terakhir adalah ketersediaan transportasi publik dan kemudahan bepergian, keindahan kota, kegiatan olahraga, seni dan budaya dan banyak dikunjungi wisatawan.

Berdasarkan pada aspek-aspek tersebut, penelitian ini mengungkapkan dengan sejumlah temuan berikut.

Pertama, data Kementerian Dalam Negeri 2020 memperlihatkan bahwa di antara 514 Kabupaten/Kota, terdapat 416 kabupaten dan 98 kota. Ternyata di antara semua kota-kota tersebut hanya sedikit sekali kota yang memiliki lebih dari tiga perguruan tinggi berakreditasi A menurut BAN-PT. Tidak satupun kota di seluruh wilayah Kalimantan, Papua, NTT, NTB, dan Maluku yang memiliki kota yang layak disebut sebagai Kota Mahasiswa, di Sumatera hanya Medan, di Sulawesi hanya Makassar dan Bali hanya Denpasar. Kota terbanyak memiliki perguruan tinggi bereputasi adalah Surabaya (15), kemudian disusul Jakarta (13),  Semarang (11) dan Yogyakarta (11). Sedangkan kota dengan jumlah perguruan tingginya yang berakreditasi A hanya tiga adalah Medan, Solo dan Denpasar.

Kedua, data penelitian memperlihatkan kota paling aman dengan jumlah gangguan keamanan setiap bulan paling sedikit adalah Semarang (19), kemudian disusul Denpasar (57) dan Solo (63). Kota yang paling rawan adalah Jakarta (2718), atau Semarang 143 kali terlihat lebih aman dibanding Jakarta.

Ketiga, data lapangan memperlihatkan bahwa kota termahal di Indonesia dengan rata-rata biaya hidup setiap bulan adalah Jakarta (Rp 7,5 juta), kemudian disusul Surabaya (Rp 6,1 juta), dan Makassar (Rp 5,8 juta). Kota dengan biaya hidup termurah adalah Solo (Rp 3,5 juta), disusul  Yogyakarta (Rp 4,8 juta), dan Semarang (Rp 4,8 juta). Solo terlihat dua kali lipat lebih murah biaya hidup mahasiswa dibanding dengan Jakarta

Berikutnya, ditemukan bahwa kota yang membuka peluang kerja terbesar dengan indikator jumlah penganggurannya terkecil yaitu Denpasar (1,21%),  kemudian disusul Yogyakarta (3,14%) dan Jakarta (4,39%). Sebaliknya, kota yang menunjukkan peluang kerja terkecil adalah Makassar (10,39%) atau Denpasar 8 atau 9 kali lebih mudah memperoleh pekerjaan dibanding Makassar.

Kelima, penelitian ini memperlihatkan bahwa Kota Mahasiswa yang paling banyak dikunjungi pendatang sepanjang 2019 adalah Surabaya (21 juta), kemudian disusul Bandung (6,45 juta), dan Denpasar (6,28 juta), dan pengunjung paling sedikit adalah Medan dengan jumlah 260.311 orang. Denpasar terlihat 24 atau 25 kali lebih menarik pengunjung dibanding Medan.

Berdasarkan data dari kelima kelompok variabel penelitian tersebut, terlihat bahwa Semarang adalah Kota Mahasiswa Terbaik Pertama 2020 dengan skor total 17, kemudian disusul Solo dan Surabaya di urutan kedua dengan total skor masing-masing 15. Peringkat ke tiga ditempati Denpasar dengan skor total 14. Pada urutan ke empat ditempati Malang dengan skor 13, dan Yogyakarta dan Bandung berada di urutan 5 dengan skor total masing-masing 12, sedang Jakarta di urutan ke enam dengan skor 10. Makassar dan Medan berada di urutan ke tujuh dengan skor masing-masing 9.

Semoga penelitian pemeringkatan kota mahasiswa ini bermaafaat bagi masyarakat luas untuk memilih kota terbaik sebagai tempat belajar bagi putra-putrinya; bermanfaat bagi Kementerian Dalam Negeri untuk menetapkan kebijakan pembangunan perkotaan agar sesuai dengan kriteria sebagai kota yang layak disebut sebagai kota mahasiswa; bermanfaat bagi para Gubernur, Bupati dan Walikota untuk memajukan kotanya sesuai dengan kriteria kehidupan kota yang ramah terhadap kehidupan akademik; dan bermanfaat bagi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam melakukan standarisasi dan pembinaan kepada seluruh perguruan tinggi di tanah air agar berlomba-lomba meningkatkan status akreditasinya untuk menjadikan kotanya sebagai kota mahasiswa.