Pak Tua Si Pensiunan

0
806

Pak Tua itu melamun di bangku di suatu taman, mengalami depresi berat dan ada keinginan bunuh diri. Pak Tua merasa sudah tidak kuat lagi mengatasi tekanan hidupnya. Kegagalan selalu “betah” dan memeluk erat perjalanan hidupnya. Perjalanan hidupnya selalu ingin berusaha meraih sesuatu seperti orang lain, di mana dia tidak memiliki kemampuan mewujudkannya.

Dalam kekalutan hidupnya, dia teringat bahwa keterampilan unggulan yang dimiliki adalah masak-memasak, ini yang belum digunakan.

Dalam keputus-asaannya, Pak Tua mulai berpikir, kenapa tidak memulai sesuatu usaha dengan keahlian yang dimilikinya. Kenapa selama ini seperti melupakan kemampuan dirinya.

Singkat kata, entah “wangsit” dari mana mulailah berusaha dengan keahlian unggulannya, memasak. Dan ia pun mulai berjualan ayam goreng, sampai sukses dan mendunia.

Dan sekarang Pak Tua pensiunan yang hampir putus asa, depresi dan hendak bunuh diri itu, kita kenal sebagai Harlan David Sanders, atau kolonel Sanders. Sebagai pemilik jaringan warung ayam goreng KFC. Orang yang kaya di kala tua. Orang yang menemukan “jalan” sukses di ujung usia.

Menemukan “jalan” sukses, sepertinya tidak hanya butuh kerja keras, tetapi mau menyadari kemampuan utama yang dimiliki, dan tekun memanfaatkannya.

Kita sering selalu ingin menjadi orang lain. Sejak di sekolah, kita ingin pandai matematika seperti si Anu murid terpandai di dalam kelas kita. Kita main sepakbola berkhayal seperti Ronaldo, kita membaca kisah sukses Jack Ma, kita ingin kaya seperti dia. Orang tua kita juga selalu mengarahkan untuk mencontoh orang lain, tanpa melihat potensi yang dimiliki anaknya.

Kita sering lupa potensi spesifik kita yang diberikan Tuhan. Kita selalu mencari dan meniru orang lain, di mana kita tidak mampu melaksanakannya. Namun kita kurang atau tidak mau menekuni, apa yang kita punya dan kita bisa.

Mungkin dari kita banyak yang tidak tahu, sebenarnya kita “hebatnya” di bidang apa? Kehebatan yang kita miliki, kadang “ditumpulkan” dengan pekerjaan yang terpaksa kita lakukan demi mendapatkan upah. Demi ekonomi keluarga. Coba amati di instansi pemerintah, atau perusahaan banyak orang yang bekerja meski bukan dengan kemampuan terhebat yang dimilikinya. Meskipun hasilnya memuaskan, namun banyak dari kita telah menghilangkan potensi terhebat dari diri kita. “Terpaksa” kerja.

Manusia memang harus adaptif kalau ingin survive, kata Charles Darwin. Jadi marilah kita hidup dan bergembira dengan “keterpaksaan”.

Passion dan berbagai potensi kita, biarlah terkunci rapat dalam diri kita, sampai kita wujudkan ketika kita gagal dalam melakukan berbagai “keterpaksaan”.

Saya pun sedang merenung, sebenarnya saya bisanya apa, wong apa-apa tidak bisa dan tidak bisa apa-apa. Apakah saya harus melamun di taman seperti kakek Sanders? Dan kalau begitu saya sudah tidak menjadi diri saya sendiri.

Sekarang saya sedang menyusuri jalan menuju takdir saya. Melakukan apa yang dapat saya lakukan. Dan memberi kontribusi kebaikan selagi diberi kesempatan. Saya tidak tahu ke arah mana Tuhan akan memberi petunjuk.

Jangan lupa malam Jum’at ya..?

BSA /13/8/20