Diskusi publik bertajuk “Investasi Asing dan Ancaman Eksistensi Melayu Studi Pulau Rempang” memberikan sudut pandang yang menarik karena pelbagai kajian lewat kacamata kebudayaan membuka lebar mata semua orang untuk melihat Pulau Rempang yang berkebudayaan.
Prof. AB Takko salah satu pembicara dalam diskusi publik daring menjelaskan secara komprehensif mengenai eksistensi kebudayaan warga pulau rempang. Sumpah melayu yang dijunjung orang Melayu-Bugis ini menjadi turning point atau titik balik melihat kemanusiaan dan kebudayaan di Pulau Rempang.
Hal ini juga yang diperhatikan oleh founding father dalam konstitusi. Di sinilah harusnya negara masuk dengan menjunjung konstitusi. Bagi Prof. AB Takko Pulau Rempang adalah bagian dari bangsa Indonesia.
Jika melihat sejarah kebudayaan Pulau Rempang yang orang-orangnya telah puluhan dan ratusan tahun beranak pinak telah menghasilkan cultural system, social system dan physical cultural. Maka pemindahan secara paksa akan mencabut akar kebudayaan orang-orang rempang. Mereka telah menata kehidupannya yang menghasilkan kehidupan berkebudayaan yang aman, tenang dan damai.
“Itulah yang disebut berbudaya ada simbol yang dibuat sebagai standar kehidupan dan keharmonisan sosial,” ujar Prof. AB Takko
Isu relokasi yang menjadikan Pulau Rempang menjadi Ecocity telah menyebabkan shock culture. Pendekatan kemanusiaan, musyawarah dan dialog harus dijalankan bukan dengan paksaan. Pendekatan kebudayaan ini sangatlah penting.
Nilai-nilai Melayu-Bugis adalah sopan, santun dan menghargai orang. Jadi saling menghargai dan memanusiakan. Bagi Prof. AB Takko inilah yang dinginkan orang-orang rempang yang ingin dimanusiakan sesuai dengan konstitusi.
Prof. AB Takko menjelaskan konsep Tudang Sipulung yang menekankan budaya musyawarah yang akan membawa pada kemanusiaan dan keadilan. Pendekatan kemanusiaan atau top down harus dilakukan negara, bukan melalui kekerasan.
“Mereka menghormati keputusan yang sudah dimusyawarahkan,” ujar Prof. AB Takko. Perubahan harus dipahami oleh warga bukan hanya penentu kebijakan sehingga pendekatan kebudayaan, musyawarah sangat diperlukan.
Bagi Prof. AB Takko, ini menekankan pendekatan dialog dan musyawarah yang mendengarkan suara warga. Persoalan pemindahan orang-orang pulau rempang harus lewat jalan dialog. Kepindahan warga rempang harus menghasilkan ketenangan warga. Pendekatan musyawarah ini harus diperhatikan bagi penentu kebijakan.
“Dekatilah lewat pendekatan kemanusiaan dan kebudayaan,” ujar Prof. AB Takko.