Masa lalu, saat ini atau masa depan, mana yang lebih banyak terpikir dan terucap ketika kita melakukan ritual ibadah ? Saya tidak tahu apa yang ada di kepala Anda. Biasanya saya beribadah berisi penyesalan akan perbuatan buruk masa lalu. Sedikit bersyukur apa yang dinikmati sekarang. Banyak mengharap tambahan rejeki dan berbagai pengharapan lainnya.
Secara jujur, saya harus mengakui bahwa porsi pengharapan masa depan lebih mendominasi dari ritual ibadah yang saya lakukan. Perenungan perbuatan dosa masa lalu yang berujung penyesalan, sepertinya sekilas saja dan mencoba untuk dilupakan. Bersyukur tentang kehidupan yang diraih saat ini, sepertinya sekedar saja.
Namun begitu giliran meminta masa depan, memohon tentang keinginan kita, begitu khusyu dan meratap. Penuh dengan kesungguhan, gasss poll.. Sepertinya kalau tidak terjadi seperti kemauan kita, menganggap Tuhan tidak adil. Itulah kelakuan saya.
Dalam manajemen ada istilah performance feedback atau umpan balik kinerja, yang dilakukan oleh bos kita. Prosesnya diawali dengan mempertontonkan perilaku masa lalu dibandingkan dengan tuntutan dan norma. Ada hal baik dan buruk. Kemudian melihat kondisi sekarang apa yang sedang terjadi. Kemudian sang bos memberikan pujian untuk yang baik dan menyarankan apa yang harus dilakukan agar dapat memenuhi syarat sesuai tuntutan pekerjaan dan dapat berprestasi.
Menjalankan ritual agama, kata Bang Kardun juga seperti proses feedback, proses “mengaca” diri, namun beda di akhirnya. Dalam feedback kita harus berubah sesuai tuntutan pekerjaan. Sedangkan ketika beribadah kelakuan kita banyak “mengumbar” permintaan dan keinginan seperti menuntut Tuhan. Kira-kira hasilnya yang baik mana bagi kebaikan kehidupan kita, beribadah model feedback, atau apa yang biasa kita lakukan ?
Setiap perenungan ada istilah pertobatan, syukur dan niat memperbaiki kelakuan. Kenapa kita sering memperbesar permintaan daripada memperbaiki kelakuan ? Makanya kata Kardun, tidak heran kalau ada istilah tobat jalan maksiat jalan. Melakukan ritual agama terlihat serius taat namun kelakuannya tetap bejat. Tidak ada deklarasi hati untuk berbuat kebaikan.
Bagaimanapun juga kita harus mempertanggung jawabkan apa yang telah kita kerjakan. Berjuta jalan kebaikan dapat kita tempuh.
BSA/26/6/20