EDURANEWS, JAKARTA. Pendidikan Seni Rupa UNJ undang Teddy Setiawan memberikan pengalamannya menjadi desainer produksi dan penata artistik di industri film. Kuliah tamu ini menjadi kegiatan penting bagi mahasiswa pendidikan seni rupa untuk mengenal lebih jauh peran desainer produksi/penata artistik dalam perkembangan industri film terutama perkembangan industri film manca negara.
Teddy Setiawan menjadi dosen tamu dengan segudang pengalamannya. Ia pernah menjadi asisten art director ketika menggarap Outlander season 7 dan juga production designer film animasi ‘Jumbo’ rilisan Visinema Pictures.
Ia melihat peran penata artistik ini seperti pesulap visual di industri film. Bagi Tedy, seperti yang diungkapkan sutradara Ron Howard menjadi penata artistik berarti memberikan cerita melalui bahasa rupa.
“Production design akan menentukan tone warna, mood, feeling dari keseluruhan film,” ujarnya mengawali kuliahnya.
Menurut Teddy, Production design memiliki pelbagai unsur artistik ilmu mulai dari arsitektur, desain produk, desain interior tekstil dan lainnya.
“Termasuk motion video, seni lukis, patung,” ujarnya.
Secara profesi production design itu terdiri dari art director, desainer grafis, ilustrator, mate artist, model artist, scenic artist, set designer dan title artist. Dalam industri film Teddy mengawali profesinya sebagai set designer.
Teddy bercerita terma production design ini dimulai ketika diproduksinya film Gone With the Wind yang digawangi David O’Selznick. Dari film ini ternyata kerja production design itu mencakup keseluruhan aspek visual dalam film. Production design ini sangat membantu bagi sutradara yang memiliki style visual yang menarik seperti Del Toro, Wes Anderson, dan Ridle Scot.
Production design terutama art director juga bertanggung jawab terhadap set fisik dan set virtual. Kerja penata artistik ini berkaitan dengan menata latar, mengisi kekosongan visual dalam dekorasi, furnitur bahkan sampai benda yang digunakan aktor atau aktris.
“Menurut saya tanpa kehadiran elemen grafis biasanya film itu tidak hidup,” ujar Teddy.
Teddy menjelaskan di dalam Art Department itu bisa terdiri banyak orang bahkan bisa mencapai 70-80 orang. Tetapi orang-orang di dalam Art Department adalah orang-orang spesialis yang memiliki kemampuan khusus.
Penting riset
Selain menjelaskan secara teknis mengenai profesi penata artistik, Teddy juga menjelaskan pentingnya penggalian riset dalam industri film. Bagi Teddy, budget bukanlah persoalan utama, tetap menanamkan kemauan dan kemampuan dalam meriset. Terkadang pekerjaan penata artistik dianggap ‘rewel’ karena mempermasalahkan suatu detail dalam film.
Teddy mencontohkan ketika ia mengerjakan film animasi ‘Jumbo’. Ia sangat memperhatikan detail yang ada di dalam animasi seperti bentuk token listrik, bangku, bahkan detail pinggiran buku yang pudar menandakan buku itu sering digunakan. Sehingga visual yang dihasilkan dapat memberikan gambaran rumah yang sangat organik.
“Ini bukan masalah budget tapi kemauan,” tegas Teddy sebagai production designer film Jumbo.
Hal yang perlu diperhatikan juga adalah dukungan pemerintah dalam hal industri perfilman. Teddy melihat di industri film mancanegara didukung oleh pemerintah dengan memberikan gran, kemudahan perizinan, serta adanya pusat-pusat pelatihan, penyerapan tenaga magang langsung ke industri film. Ekosistem ini sangat diperlukan bagi keberlangsungan industri film itu sendiri.
Teddy menjelaskan salah satu pekerjaan rumah di industri film di Indonesia adalah tidak adanya satu wadah informasi yang memberikan informasi yang detail dan lengkap mengenai industri film ini mengenai pengetahuan, profesi, perekrutan magang, dan lainnya yang menunjang industri film sehingga memiliki standar dan kualifikasi yang sama.
Bagi mahasiswa seni rupa yang akan masuk ke dalam industri film, selain memiliki kemampuan hard skill yang baik juga penting untuk membuat portofolio pekerjaan, serta kemampuan komunikasi yang baik. Ini akan menunjang kemampuan mereka seberapa baik dalam bekerjasama.