EDURANEWS, JAKARTA. Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyelenggarakan Tadarus Kebangsaan bersama Prof. KH. Said Aqil Siradj di Aula Maftuchah Yusuf Gedung Dewi Sartika Kampus A UNJ (6/9). Tadarus kebangsaan bertajuk “Agama, Negara, dan Kearifan lokal” merupakan acara yang diinisiasi Pusat Pengembangan Pendidikan Karakter dan Peradaban UNJ. Prof. KH. Said Aqil Siradj memberikan pandangan yang memberikan cakrawala luas mengenai hubungan Agama, Negara dan Kearifan lokal.
Rektor UNJ Prof. Komarudin dalam sambutannya mengatakan tadarus kebangsaan ini untuk memberikan pencerahan kepada civitas akademika UNJ. Tema yang diangkat pun menjadi tepat ketika melihat kondisi bangsa Indonesia.
“Kondisi bangsa Indonesia yang memang masih terus perlu merajut ikatan kebangsaan yang belum selesai,” ucap Prof. Komarudin. Upaya memperkuat tali ikatan kebangsaan ini menjadi penting untuk terus dirajut.
Belajar dari Perjuangan Nabi Muhammad
Prof. KH. Said Aqil Siradj mengawali tadarus kebangsaan dengan menjelaskan perjuangan Nabi Muhammad dalam berdakwah. Perjuangan Nabi Muhammad untuk menyebarkan Islam sebagai agama yang menyejukan dari kota ke kota.
“Nabi muhammad dari Abad 15 yang lalu telah mencoba dan berhasil membangun sebuah masyarakat bukan dari konstitusi agama dan etnik tetapi kesamaan cita-cita dan visi misi,” ujar Prof. KH. Said Aqil Siradj.
Menurut Prof. KH. Said Aqil Siradj di sinilah Nabi Muhammad tidak pernah memproklamirkan negara Islam. Yang dibangun Nabi Muhammad adalah negara modern yang berasaskan kesamaan di mata hukum. Nabi Muhammad telah berhasil membangun masyarakat yang madani.
Prof. KH. Said Aqil Siradj juga mengingatkan ada dua amanah yang diberikan oleh Allah SWT yakni, Pertama, amanah yang bersifat ilahiah yang sakral berupa agama yang berisi aqidah dan syariah. Kedua, yang bersifat imaniah yakni amanah yang tergantung pada manusia berupa “ijtihad” hasil kesepakatan manusia. Ijtihad inilah yang dapat dibangun berdasarkan kemampuan dan kreativitas manusia itu sendiri.
Merajut Benang Kebangsaan
Menurut Prof. KH. Said Aqil Siradj Islam dibawa ke Nusantara oleh para wali. Para Wali ketika itu melihat masyarakat Nusantara telah berkarakter dan berbudaya. Para Wali menganggap kebudayaan harus dilestarikan bahkan dijadikan pondasi dalam beragama. Ijtihad para Wali inilah yang menjadikan kebudayaan sebagai pondasi awal dalam beragama. Prof. KH. Said Aqil Siradj juga percaya bahwa Islam yang dibawa ke masyarakat adalah dengan pendekatan kebudayaan.
Prof. KH. Said Aqil Siradj juga menjelaskan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari yang membangun format berpikir bagaimana menyatukan antara teologi dan budaya dan teologi dengan politik kebangsaan.
“Politik yang berdasarkan agama tidak lagi bisa menjawab tantangan zaman,” ujar Prof. KH. Aqil Siradj.
Prof. KH. Aqil Siradj menjelaskan bahwa KH. Hasyim Asy’ari telah membaca tanda-tanda zaman dengan memberikan pandangan “Hubbul wathon minal iman” yaitu nasionalisme bagian dari keimanan. Kata-kata ini sepertinya ringan tetapi memiliki filosofi yang kuat. Juga pandangannya mengenai “mati demi tanah airnya adalah mati syahid”. Pun di tahun 1936 Muktamar Nahdlatul Ulama di Banjarmasin juga memutuskan Indonesia sebagai Darussalam yakni negara yang damai.
“Diperkuat lagi ketika Gus Dur menjadi ketua Nahdatul Ulama bahwa NKRI dan Pancasila sudah final,” ujar Prof. KH. Aqil Siradj yang juga mengingatkan untuk mempertahankan kedamaian dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Kepada EduraNews Prof. KH. Aqil Siradj juga menjelaskan bagaimana pemahaman agama yang benar pasti akan membawa agama kepada kemanusiaan, persatuan, persaudaraan dan keadilan. Prof, KH. Aqil Siradj juga berpesan agar para pendidik dan calon guru untuk dapat menjadi contoh yang baik yang dapat diteladani anak didiknya.
“Kita sekarang krisis keteladanan,” ujar Prof. KH. Aqil Siradj.
Foto: Arum
Kameramen: Ramdhani