Prof. Ucu Cahyana: Literasi Sains Bukan Menghafal Tetapi Mampu Menganalisis, Memberikan Gagasan dan Memecahkan Masalah

0
410

EDURANEWS, JAKARTA- Prof. Ucu Cahyana memaparkan orasi ilmiah Integrasi Framework Pedagogi pada Mobile Learning dalam Manajemen Pembelajaran : Alternatif Meningkatkan Literasi Sains” di Aula Latief Hendraningrat (7/10). 

Ada tiga alasan utama mengapa tingkat literasi sains Indonesia rendah.  Pertama, capaian literasi sains siswa Indonesia masih rendah ini persoalan besar karena sains komponen kunci bagi bangsa dalam penguasaan sains dan teknologi, kedua, Pendidikan sains ke depan akan berkaitan dengan media digital, ketiga kebijakan pemerintah harus didukung oleh kegiatan riset terutama konsep kebijakan media digital dalam pembelajaran.

Pendidikan sains menjadi komponen penting dalam penguasaan sains dan teknologi. Literasi sains secara sederhana adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan sains dan teknologi yang didasari.

“Bukan menghafal konsep, tapi mampu menganalisis, memberikan gagasan dan memecahkan masalah,” ucap Prof. Ucu Cahyana yang merupakan guru besar di bidang Ilmu Manajemen Pembelejaran Kimia FMIPA UNJ.  

Amatan Prof. Ucu Cahyana, tahap peserta didik Indonesia hanya baru bisa memahami. Ini adalah kemampuan yang paling lemah dari siswa dalam penguasaan literasi sains. 

Aspek Literasi Sains

Berdasarkan PISA salah satu yang dapat mendefinisikan literasi sains yaitu pengetahuan ilmiah dan menggunakan pengetahuan untuk mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh, menjelaskan fenomena ilmiah dan menarik kesimpulan. Kemampuan ini menjadi fondasi awal bagaimana siswa memahami literasi sains. 

“Proses Pembelajaran sains di Indonesia banyak di konsep teori,” ucap Prof. Ucu Cahyana, “tetapi prosedur mekanisme sainnsya masih sangat lemah,” lanjut Prof. Ucu Cahyana.

Dilihat dari sisi pembelajaran praktikum juga masih lemah, siswa juga hanya mengerjakan sesuatu kemudian melihat tetapi tidak diajarkan bagaimana menyimpulkan  fenomena sains termasuk menganalisis dan berpikir kreatif. 

Pengetahuan tentang sains juga tidak dikaitkan dengan kontekstual lokal dan global yang mengakibatkan siswa berhenti untuk memahami fenomena sains. 

“Akibatnya sikap terhadap kepedulian terhadap sains dan fenomena alam menjadi rendah,” ucap Prof. Ucu Cahyana. Itulah mengapa di Indonesia tidak banyak anak-anak muda untuk mendalami ilmu sains dan menjadi akademisi di bidang sains. 

 

Mobile Learning

Agar pembelajaran sains menjadi kontekstual dan interaktif maka diperlukan pendekatan dalam manajemen pembelajaran. Di sinilah Prof. Ucu Cahyana menjelaskan mengenai integrasi framework pedagogi mobile learning  dalam manajemen pembelajaran sains. 

Secara sederhana mobile learning ini melibatkan perangkat telepon genggam (smartphone) dalam proses pembelajaran dan berkolaborasi dengan teman siswa.  Jadi dengan penggunaan mobile learning ini dapat meningkatkan kolaborasi, jangkauan menjadi lebih luas dan siswa dapat belajar lebih mendalam

“Proses belajar tidak ditentukan hanya dari guru tetapi juga siswa sesuai dengan kebutuhannya,” ucap Prof. Ucu Cahyana. Proses pembelajaran pun menjadi lebih mendalam.

Efektivitas mobile learning tergantung dengan framework mobile learning itu sendiri. Intinya dari beberapa framework ada enam faktor yang harus dipikirkan yakni karakteristik pembelajaran sains, lingkungan belajar, desain platform mobile learning, konteks belajar sains, pengalaman belajar sains, dan tujuan pembelajaran sains. 

Amatan Prof. Ucu Cahyana, mobile learning ini tidak dapat digunakan oleh siswa yang memiliki motivasi belajar sains yang rendah. Oleh karena itu mobile learning ini akan sangat efektif jika digunakan siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi. 

juga Tipe framework pedagogi mobile learning yang paling cocok adalah jarak transaksional rendah dengan pembelajaran mobile melalui aktivitas sosial yang tinggi. Terutama untuk daerah 3 T. 

“Mobile learning dapat menggantikan guru,” ucap Prof. Ucu Cahyana yang guru-guru sains di daerah 3 T sulit untuk berinteraksi dengan siswa. 

Tentunya mobile learning ini akan menambah kompetensi di abad 21 dan 22. Terkini Prof. Ucu Cahyana juga sedang mengembangkan mobile learning dalam bidang kebudayaan.