Dr. Zastrouw Al-Ngatawi: Pemahaman Kearifan Lokal untuk Tingkatkan Imunitas Ideologi dan Kultural

0
319

EDURA NEWS, JAKARTA – Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menggelar Sekolah Kebangsaan dan Peradaban dengan tema “Kearifan Lokal dan Kekayaan Budaya Indonesia” pada Rabu,14 Juli 2021. Dr. Zastrouw Al-Ngatawi didatangkan sebagai narasumber pada kesempatakan kali ini.

Pada masa pandemi ini, Dr. Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan kita juga mengalami kerapuhan ideologi dan kultural. Maka selain membutuhkan imunitas berupa vaksin, kita juga membutuhkan imunitas ideologi dan kultural agar tidak mudah termakan berita-berita bohong.

“Salah satu dari vaksin kultural untuk meningkatkan imunitas kultural kita atau ideologi kita itu adalah pemahaman terhadap local wisdom atau kearifan lokal itu,” tutur Dr. Zastrouw Al-Ngatawi.

Untuk itu, Dr. Zastrouw Al-Ngatawi menyampaikan materi mengenai kearifan lokal sebagai sumber kebudayaan Indonesia. Ia mnurutrkan kearifan lokal dapat diartikan sebagai nilai-nilai, ide , dan pandangan bijak yang berlaku di suatu komunitas lokal yang ditanamkan, dijalankan, dipatuhi dan diwariskan oleh para anggota komunitas tersebut.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki ekspresi kebudayaan yang sangat beragam. Keragaman nusantara ini memerlukan local wisdom

“Keragaman nusantara dan kekayaan budaya nusantara ini bisa terjaga, terwujud, terjalin kalau kita memahami, menyadari kearifan yang ada di bumi nusantara ini,” tegasnya.

Keberagaman di Indonesia dapat terajut secara baik karena semuanya berpijak pada kearifan, bahkan dalam hal agama pun masyarakat nusantara berpijak pada spirit local wisdom itu. Local wisdom ini bisa disebut dnegan hikmah. Hikmah ini menjadi pondasi dalam mengekstrasikan sikap keberagamaan masyarakat nusantara sehingga keberagamaannya tidak keras, lanjutnya.

Akar tradisi kearifan lokal salah satunya gotong royong., sikap kerja sama ini menjadi landasan untuk tidak saling menjatuhkan. Gotong royong ini juga tradisi yang sudah tua di nusantara, sudah ada sejak 1600-an yang tercantum di prasasti-prasasti.

Nilai-nilai lain dalam kearifan lokal juga ada nilai ketuhanan. Hampir semua tradisi dan budaya Nusantara membicarakan Ketuhanan. Mislanya kitab I’La Galigo yang menjelaskan orang Bugis secara naluriah bertuhan. Mereka menganut sebuah kepercayaan kuno, yakni kepercayaan terhadap Dewata Seuwoe (Tuhan Yang Tunggal).

“Bangsa Nusantara itu bangsa yang memang sudah berketuhanan, dan ketuhanan ini tidak lentur atau tidak hilang ketika masuk modernism dan sekulerisme,” tuturnya.

Selain nilai ketuhanan, kearifan lokal juga mengandung nilai kemanusiaan, nilai nasionalisme, nilai keadilan sosial, nilai kasih sayang. Nilai-nilai tersebut hamper ada di setiap tradisi di Indonesia. Kearifan lokal ini berfungsi untuk menghalau dampak negatif dari modernism yang mengarah pada dehumanisasi.

Selanjutnya, ia juga memaparkan ada beberapa strategi yang perlu dilakukan agar kearifan lokal berfungsi secara maksimal, yakni adanya revitalisasi tradisi, ekplorasi, aktualisasi dan rekonstruksi, sosialisasi dan internalisasi, dan realisasi.

Dalam pembukaan acara ini, Rektor UNJ Prof. Komarudin, M.Si mengatakan topik mengenai kearifan lokal menjadi penting untuk diangkat karena Indonesia memiliki kekayaan budaya. Kekayaan budaya dan kearifan lokal inilah yang menjadi benteng menangkal sikap intoleransi dan berbagai sikap egois.

“Dalam konteks inilah, peran institusi pendidikan, dalam hal ini peranan kampus sangat dibutuhkan. Kampus dapat menjadi wahana sekaligus garda terdepan dalam menyemai, menjaga, dan melestarikan nilai-nilai kemajemukan, kearifan lokal, dan kekayaan budaya bangsa,” ujarnya.