EDURA NEWS, JAKARTA – Universitas Negeri Jakarta (UNJ) gelar Sekolah Kebangsaan dan Peradaban Seri 3 pada Rabu lalu (30/6). Acara kali ini mengusung tema “Strategi Komunikasi untuk Membangun Kolaborasi”. Acara digelar secara daring melalui Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Kemahasiswaan UNJ.
Prof. Komarudin, M.Si dalam sambutannya mengatakan salah satu ciri dari era Society 5.0 adalah inovasi dan kolaborasi. Penguasaan komunikasi digital menjadi poenting untuk membangun jejrasin, kerja sama atau kolaborasi. Hal tersebut penting sekali untu mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
“Komunikasi ini menjadi kunci keberhasilan bagi semua mahasiswa, bukan hanya mereka yang aktif berorganisasi, tapi juga mereka yang tidak aktif berorganisasi tapi melakukan kegiatan-kegiatan akademik maupun non-akademik,” tegas Prof. Komarudin.
Ia mengatakan ada empat hal untuk mewujudkan kolaborasi, yaitu mindset untuk berkolaborasi atau difat koopertatif dengan berbagai pihak, inklusif atau terbuka, tidak mementingkan diri sendiri, dan transparansi dalam kolaborasi.
Selanjutnya, Effendi Gazali, M.Si, Ph.D sebagai narasumber pada acara kali ini mengatakan setuju dengan pernyataan Prof. Komarudin mengenai empat hal untuk mewujudkan kolaborasi. Ia menambahkan, membangun kolaborasi modern saat ini bergantung pada komunikasi algoritma.
Misalnya saat kita membuka ponsel kita, ada algoritnya yang bekerja di sana. Setiap orang disuguhkan berita yang berbeda-beda. Semua bervariasi sesuai dengan perjalanan algoritma kita, ujarnya. Kemudian, dukungan komersial yang tinggi juga sangat berperan.
“Secara sosial, media itu lebih memecah belah kita ketimbang mempersatukan. Jadi sifat media itu sudah diprediksi sejak 1989 oleh Prof. Denis McQuail bahwa media baru itu termasuk media sosial cenderung lebih memecah belah kita,” jelasnya.
Ia memaparkan pemikiran Manuel Castells dalam buku Networks of Outrage and Hope, bahwa yang akan muncul dalam media baru itu adalah kemarahan dan kebiadaban, mirip seperti yang dikatakan oleh Denis McQuail.
Lebih lanjut, ia menyampaikan di tengah permainan algoritma ini, kita perlu mempertanyakan hal yang terjadi termasuk truth, post-truth, atau false-truth.
Semuanya juga tergantung pada bagaimana kita memiliki mindset untuk berkolaborasi, Effendi Gazali berujar kita tidak boleh hanya berfokus pada diri kita, harus tetap transparan, dan membagian algoritma komunikasi ini. Tantangan terbesar kita saat ini adalah terperangkap dalam algoritma yang memecah belah, pungkasnya.