Esensi Buku dan Peran Strategis Penerbitan Kampus

0
272
Sumber gambar: freepik.com

EDURA NEWS, JAKARTA – Buku adalah perpanjangan ingatan manusia. Manusia menyimpan memori dan gagasan dalam buku-buku. Gagasan bisa begitu cemerlang maupun membahayakan, sejak ribuan tahun silam manusia mengetahuinya. Maka dari itu, ide penyensoran, pelarangan, bahkan penghancuran buku telah terjadi sejak ribuan tahun sebelum masehi.

Kisah-kisah buku yang disensor dan dihancurkan dapat kita temui di karya garapan Kepala Perpustakaan Nasional Venezuela Fernando Baez berjudul Penghancuran Buku dari Masa ke Masa. Dengan merekam kisah penghancuran buku di berbagai belahan bumi dalam berbagai masa, Fernando Baez hendak menyampaikan bahwa buku adalah hal penting dalam membangun peradaban.

Untuk menghancurkan gagasan, peradaban, atau kebudayaan suatu bangsa atau negara, sekelompok orang akan selalu memprioritaskan pelarangan atau penghancuran buku. Pelaku penghancuran buku tersebut bukan orang-orang bodoh yang tidak tahu apa-apa, mereka tahu buku-buku bisa memperkuat suatu bangsa.

Ketika sumber manusia mendapatkan pengetahuan diberangus, sebuah peradaban akan kembali melangkah ke belakang. Terlebih lagi, dalam buku tersebut dicatat bagaimana pemberangusan buku hampir selalu menjadi awal pemberangusan sekelompok manusia.

Kita pun mengetahui hal ini dari buku. Kita mempelajari pola-pola penghancuran sebuah peradaban. Hal seperti demikian bukan hal yang mustahil untuk terjadi lagi, kisah yang sama senantiasa terulang di masa lampau. Dengan mengetahui esensi buku sebagai media penyimpan memori dan gagasan, mengembangkan ilmu serta merawatnya dalam buku-buku adalah hal yang mutlak.

Perguruan tinggi sebagai tempat penting pengembangan keilmuan memiliki tanggung jawab atas keberlangsungan perpanjangan gagasan-gagasan yang telah ada. Keberadaannya mesti menjadi wadah bagi keberlangsungan pergulatan pemikiran dari mahasiswa, dosen, bahkan masyarakat luas.

Peran perguruan tinggi sangat vital dalam mengembangkan geliat penulisan. Yang perlu kita pahami bersama adalah penulisan ini bukan sekadar alat untuk menaikan jenjang karir, namun demi tujuan kemanusiaan yang lebih luas.
Untuk merawat dan mengembangan keilmuan tersebut, perguruan tinggi hari ini membangun penerbitannya sendiri. Layanan penerbitan kampus ini memungkinkan penyebarluasan pengetahuan.

Kegiatan mahasiswa dan dosen di kampus mayoritas diisi oleh kajian atau penelitian, hal tersebut seringkali hanya diserahkan kepada satu pihak. Sayang sekali apabila penelitian-penelitian yang digarap dengan mendalam tidak didokumentasikan dengan baik.

Kehadiran penerbitan kampus ini juga menjadi aspek penting untuk melihat sebuah kualitas perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang berkualitas akan memberikan berbagai layanan penerbitan agar pengembangan keilmuan di perguruan tinggi dapat dilakukan secara optimal.

Penerbitan kampus perlu dikelola secara profesional, tidak “asal jadi”, agar bisa bersaing dengan penerbitan di luar kampus yang kebanyakan berorientasi penuh pada profit. Tim penerbitan kampus, mulai dari editor sampai penata letak, mesti mumpuni dalam bidangnya dan benar-benar paham visi dari penerbitan kampus itu sendiri lantaran kualitas penerbitan banyak ditentukan oleh budaya orang-orang di dalamnya.

Di Hari Buku Nasional ini, kita tidak hanya berpikir untuk membaca buku, namun juga merawat dan mengembangkannya untuk kemajuan peradaban.