“Laskar Pelangi” Kebangkitan Pendidikan Di Daerah Pedalaman
Bila pemerataan akses pendidikan terwujud, pondasi pembangunan akan berjalan aktif bersama kesadaran masyarakat untuk selalu belajar dan mewujudkan pendidikan dari semua (education from all) sampai terbentuk kemandirian berkarakter.
(HI)
Indonesia adalah Negara besar yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa dengan wilayah yang terdiri 13.000 pulau. Kebhinekaan yang terdiri 300 suku bangsa, dengan 200 bahasa yang berbeda. Begitu luas dan kaya negeri ini terhampar, bahkan dengan kesuburan tanah Indonesia analogi kayu dan batu saja bisa jadi tanaman. Belum lagi hutan dan kekayaan bahari yang melimpah, sampai-sampai kita lengah menjaga dan melindunginya. Di sisi lain Hal terpenting yang harus diingat adalah dalam setiap jengkal kekayaan, kedaulatan, kebhinekaan bangsa Indonesia ada hak yang harus dipenuhi, yaitu pendidikan untuk semua (education for all). Dimana kemanusiaan dijunjung, hak asasi dihargai, dan keadilan di wujudkan. Pendidikan mengambil peran penting dalam membangun kehidupan berbangsa saat ini.
Salah satu hal yang menjadi ironi dunia pendidikan saat ini adalah masalah pemerataan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia yang belum signifikan. Dari Laporan UNDP menunjukkan angka Human Development Indeks (HDI) masyarakat Indonesia yang menjadi salah satu indikator pemerataan pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain di Asia. Angka putus sekolah masih tinggi, Menurut data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada tahun 2007 sudah mencapai 11,7 juta jiwa. Terjadi penambahan tahun ini, mengingat keadaan ekonomi nasional yang kian memburuk, dan tingkat kemiskinan yang terus bertambah kurang lebih 25% dari jumlah penduduk Indonesia.
Peningkatan jumlah anak putus sekolah di Indonesia sangat tinggi. Pada tahun 2006 jumlahnya “masih” sekitar 9,7 juta anak, namun setahun kemudian sudah bertambah sekitar 20% menjadi 11,7 juta jiwa. Dapat dibayangkan, gairah belajar dan harapan 12 juta anak Indonesia terpaksa dipadamkan. Angka putus sekolah tersebut merupakan bukti apatis pemerintah terhadap dunia pendidikan. Berkaitan dengan hal itu sebenarnya dapat diatasi, bahwa pemenuhan anggaran pendidikan 20% sebagaimana diamanatkan pada pasal 31 ayat 4 UUD (Amandemen Keempat) harus dikelola dengan baik sesuai kebutuhan.
Belum lagi nasib pendidikan didaerah pedalaman. Di Nabire dan Manokwari, Papua. Terdapat kejadian, Akibat runtuhnya gedung sekolah yang tidak layak, siswa menjadi trauma untuk duduk dan belajar kembali di sekolah. Lain halnya dengan di Palas, fasilitas pendidikan dan kulitas guru yang terbatas telah mengubur impian dan cita-cita mereka untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas. Di Singkawang, Kalimantan barat. Siswa dihadapkan dengan keterbatasan daerah yang masih semak belukar, dan juga persepsi yang mengklaim bahwa pendidikan tidak penting. Tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami dengan realita “Laskar Pelangi”, dengan keterbatasan pendidikan mereka berjuang mewujudkan mimpi mengenyam pendidikan
Di sisi lain, menurut F.D. Rosevelt bahwa dalam “New Deal”, Sekolah merupakan hak yang menyeluruh. Artinya, setiap orang berhak atas pendidikan yang layak sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Selain itu, pendidikan juga memegang peran yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Dengan pendidikan sebuah bangsa bisa bermartabat, mandiri, dan kompetitif.