EDURANEWS, JAKARTA. Pascasarjana UNJ di bawah kepemimpinan Prof. Nadiroh terus bergerak cepat dalam mempersiapkan visitasi akreditasi Internasional. Pascasarjana UNJ pun membuat acara simulasi bertajuk “Workshop Simulasi Visitasi Akreditasi Internasional” (31/03). Workshop daring dan luring ini menghadirkan Nandi dari UPI untuk berbagi pengalaman dalam akreditasi Internasional AQAS.
Secara pengalaman UPI memang lebih dulu merasakan pengalaman mempersiapkan pelbagai hal terkait dengan visitasi akreditasi internasional AQAS. Nandi banyak memberikan poin-poin penting yang mesti dipersiapkan UNJ dalam menghadapi visitasi akreditasi internasional.
“Universitas harus bisa menunjang perkuliahan mahasiswa,” ucap Nandi mengawali obrolan.
Standar yang digariskan AQAS terkait dengan proses pengajaran dan pembelajaran yang mendukung perkuliahan. Dalam hal ini UNJ mesti mendata pelbagai fasilitas yang dapat mendukung perkuliahan mahasiswa. Misalnya perpustakaan, ruang kelas, laboratorium yang masuk ke dalam standar kelayakan.
“Juga kemudahan untuk akses para difabel,” kata Nandi. Kampus harus mencerminkan ruang yang ramah bagi difabel. Dengan adanya jalur khusus, toilet serta pelbagai macam fasilitas yang menunjang. Kampus pun akan terlihat inklusif.
Bersiap Visitasi
Situasi pandemi juga akan mempengaruhi bagaimana kampus dapat dianggap mampu menjalankan perkuliahan secara daring. Kampus pun dapat mendata ulang layanan pengajaran dan pembelajaran selama pandemik. Termasuk program mahasiswa mendapatkan akses internet.
Tak kalah penting adalah UNJ harus mampu menunjukan ruang konferensi yang dapat dijadikan sampel untuk visitasi. Dari ruangan-ruangan sampel itu pula dapat dilihat bagaimana efektivitas pemeliharaan dan penggunaan gedung.
“Adakah (di UNJ) ruangan cadangan yang dapat digunakan digunakan saat jadwal perkuliahan penuh,” ucap Nandi menekankan kepada ruangan yang dapat digunakan untuk mengurai masalah ruangan untuk pembelajaran.
Fasilitas yang bersifat mendukung proses pembelajaran ini menjadi salah satu kunci yang mesti dipersiapkan. Ketersediaan lab komputer dengan jumlah mahasiswa juga sering ditanyakan dalam visitasi. Laboratorium harus memiliki sifat yang spesifik bukan generik. UNJ juga harus mempersiapkan dalam bentuk video dalam visitasi virtual.
Ketersedian buku di fasilitas perpustakaan juga menjadi sorotan dalam diskusi. Nandi memaparkan bahwa harus ada data berapa rata-rata jumlah buku yang dimiliki perpustakaan dengan rasio mahasiswa secara spesifik dalam keilmuan.
“Ini terkait akses terhadap referensi, jumlah jurnal dan artikel yang dapat diakses mahasiswa,” ucap Nandi.
Juga yang menarik adalah ketersediaan toko buku bagi mahasiswa. Nandi mengatakan jenis layanan dan standar fasilitas seperti apa saja yang dapat digunakan mahasiswa dalam membeli buku. Di UPI sendiri Nandi mencontohkan dibuat semacam Kafe Buku.
Prof. Komarudin mengharapkan dengan adanya diskusi ini dapat menjadikan role model visitasi akreditasi internasional. Informasi yang diberikan membuka cakrawala UNJ dalam mempersiapkan visitasi akreditasi internasional.
Pimpinan Universitas akan koordinasi penuh dalam mempersiapkan akreditasi internasional. Dukungan penuh dari pimpinan UNJ menambah semangat bahwa UNJ siap tarung habis-habisan dalam mempersiapkan visitasi akreditasi internasional.
“Ini menjadi catatan penting bagi kami dalam koordinasi tidak hanya di lingkungan pascasarjana tetapi juga level universitas,” ucap Prof. Komarudin penuh optimis mendorong terus akreditasi internasional di setiap program studi di UNJ.