EDURANEWS, JAKARTA: Bulan Ramadhan menjadi ajang meningkatkan kualitas kepribadian dan spiritual manusia. Sebagai khalifah di dunia, umat islam menyambut gembira bulan suci dengan penuh kegembiraan.
Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyelenggarakan Pengajian Menyambut Ramadhan dengan pembicara Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A. Sedangkan tema yang diangkat adalah “Dimensi Sosial Ramadhan: Meneguhkan Tradisi dan Memperkuat Relasi” pada Senin (29/03/2021), Aula A, Latief Hendraningrat, Gedung Dewi Sartika.
Rektor UNJ Profesor Komarudin mengatakan pihak universitas terus mengembangkan keagamaan dalam koridor kebangsaan. Acara ini dharapkan dapat memberikan pemahaman yang baik di tengah masyarakat Indonesia. Kita ingin indonesia menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Dalam acara ini, Profesor Komarudin juga mengharapkan Kyai Aqil Said Siroj untuk memberikan pencerahan, sehingga memberikan makna yang besar untuk menyambut Ramadhan.
Ketua Umum (Tanfidziyah) Pengurus Besar nahdlatul ulama Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A. mengatakan manusia makhluk unik, dibicarakan sejak zaman yunani kuno tidak akan selesai. Dalam proses panjang itu manusia dituntut untuk terus mencari identitasnya. Salah satu dimensi yang harus terus digali adalah ruhaniyah.
“Kita diminta untuk mencari kepribadian kita, dalam menyambut Ramadhan ini, kesempatan itu seharusnya menjadi kesempatan untuk meningkatkan maqam sebagai manusia. Dalam urusan spiritual kita harus selalu mengejar yang lebih tinggi.”
Kyai Said Aqil Siroj mengatakan paling tidak ada lima hal yang harus ditingkatkan dalam bulan Ramadhan ini. Pertama, kita tingkatkan dari syahadah jadi musyahadah dari sekadar meyakini menjadi mempercayai.
Kedua, dari Shalat menjadi Silah. Bila Shalat artinya doa, sekarang sudah menjadi ibadah mahdoh 5 waktu sehari. Harus terus menerus terjadi komunikasi dengan Allah SWT selama 24 jam. Tidak hanya itu, tapi juga hubungan kita dengan manusia juga harus dipererat dengan silaturahim.
Ketiga, dari shiyam menjadi shaum. Puasa tidak hanya menahan lapar dan haus saja, tapi dengan shiyam. Tapi dengan shaum kita dituntut untuk menjaga dari hawa nafsu, menahan diri untuk tidak marah, dan menjaga untuk tetap berbuat baik.
Keempat, dari zakat menjadi tazkiyatun nafs. Tidak hanya membayarkan sejumlah uang atau harta, tapi lebih tinggi dari itu adalah membangun jatidiri, kejujuran, dan karakter.
Kelima, dari haji menjadi al qasdu ilallah. Tidak hanya ritual naik haji tapi juga perjalanan spiritual menuju Allah SWT. Sehingga apapun yang dilakukan tujuannya akan mengarah karena-Nya.
Dalam penutupnya, Kyai Said Aqil Siroj menegaskan manusia menerima hidup di dunia dengan membawa amanah. Ada dua hal yaitu: pertama, bersifat ilahiyah samawiyah muqaddasah artinya agama dengan pendekatan dua dimensi akidah dan syariah. Kedua, amanah insaniyyah ijtihadiyyah yaitu tsaqofah (wawasan saintifik) dan hadharoh (peradaban).
“Islam pernah jadi pusat peradaban dunia, 800 tahun islam memegang peradaban, ini yang harus diperbaiki, martabat bangsa tergantung budayanya bukan agamanya.”