Foto Toni Fernandez CEO Airasia terlihat menatap jauh ke depan, di latar belakangi sederetan pesawat AirAsia, yang sedang tambat di sebuah Apron Airport. Covid 19 telah memaksa pesawatnya parkir, tidak boleh terbang. Sementara biaya sewa pesawat, gaji pilot, crew, pramugari, petugas handling dan berbagai pendukungnya setiap bulan harus digaji. Sepertinya sekelas Tony Fernandez yang kreatif dan banyak akal, dipaksa menatap kosong.
Tidak ada satu perusahaan pun yang mampu bertahan menghidupi perusahaan yang tidak beroperasi menghasilkan uang, dengan sisa cash tersisa yang dimilikinya selama lebih dari 5 bulan.
Dalam situasi ini, ada perusahaan ice cream di mana serikat pekerja yang mununtut gaji pegawai lulusan SMA, minimal 11 jutaan perbulan. Sementara ada ketua serikat pekerja di tempat lainnya yang mau berdamai dengan perusahaan yang bersedia ditunda gajinya. Asalkan perusahaan masih dapat dihidupkan kembali setelah “pingsan” dihajar Covid 19.
Problem yang menerpa perusahaan seharusnya bukan hanya urusan perusahaan. Permasalahan perusahaan harus menjadi keprihatinan bersama semua pegawainya. Semua pegawai harus menyadari bahwa hampir semua pengelola perusahaan tidak memiliki pengalaman menghadapi peristiwa seperti Covid 19 ini. Tetapi manusia kadang tidak peduli dengan apa yang terjadi. Pokoknya saya selamat sendiri saja.
Taleb (2007) dalam buku The Black Swan, yang mengemukakan teori angsa hitam, yang merujuk pada peristiwa langka yang berdampak besar, sulit diprediksi dan di luar perkiraan biasa. Dan apakah virus Covid 19 adalah dapat dijadikan salah satu contohnya. Peristiwa ini sangat “gres”, belum ada satupun yang menulis tentang pengalaman manjur seorang pemimpin dalam mengelola bencana seperti Covid 19. Dan terbukti secara ilmiah. Pemimpin sudah seperti pepatah Cina, bahwa jenderal yang besar adalah yang mampu membuat keputusan malam ini dan besok berubah karena dinamisnya situasi. Banyak yang bersemboyan seperti iklan minyak kayu putih. Semuanya selalu coba-coba.
Kita yang hidup sekarang harusnya bersyukur mengalami peristiwa ini. Tidak semua generasi mengalami peristiwa akbar ini. Peristiwa yang mengejutkan, berdampak besar, yang membuat kita mereset, mengaca diri dan set ulang segala asumsi dan rencana kehidupan kita. Ada pembelajaran luar biasa tentang kekuatan besar yang tidak kasat mata berupa virus yang mampu memporak-porandakan segala upaya manusia.
Tetapi manusia biasanya akan segera melupakan “kebrutalan” virus ini setelah dapat beradaptasi apalagi sudah menemukan penangkalnya. Dan kitapun akan memulai dengan babak baru dengan segala tingkah polah kita.
Semoga kita menjadi semakin bijak.
Memang pengetahuan suatu bencana, membahayakan jiwa atau horor lebih aman mendengar dan membaca pengalaman orang lain daripada mengalaminya sendiri.
Mari kita bertahan dalam wabah.
BSA/15/7/20