Meneropong Sejarah melalui Kartu Pos

0
298

Judul : Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe
Penulis : Olivier Johannes Raap
Penerbit : Galang Pustaka
Tahun Terbit : 2013
Jumlah Halaman : xviii+190
Bahasa : Indonesia
ISBN : 978- 602-8174-80-0

Untuk bisa meneropong sejarah, pelbagai cara dapat dilakukan. Dari mulai pergi ke museum (untuk melihat benda-benda purbakala), menonton film sejarah, mendengarkan musik zaman dulu atau membaca buku-buku berlatar masa lalu. Semua dapat dilakukan demi membuat batas ruang dan waktu bisa dilintasi, dan membawa kita kembali ke masa lalu. Beberapa orang pun rela melakukan perjalanan waktu. Barangkali salah satu caranya seperti yang dilakukan Olivier. Ia dengan sabar mengoleksi satu persatu kartu pos. Olivier pun menegaskan dalam wawancaranya berjudul Sepotong Kota di Sepucuk Kartu Pos dengan Tempo (26 Oktober 2015) bahwa kartu pos adalah mesin waktu yang mengantarkan kita ke masa lampau.

Olivier bercerita kebiasaannya mengoleksi kartu pos ditularkan dari neneknya. Sementara, untuk koleksi kartu pos khusus tentang Jawa, dipicu saat ia menemukan selembar kartu pos, di tengah tumpukan barang loak, yang dikirim tahun 1934 dari Malang ke Belgia. Dari situ muncul kecintaannya terhadap pengoleksian kartu pos dari Indonesia. Diakui Olivier, dalam menemukan kartu pos ada yang secara tidak sengaja, dan ada juga orang yang menjual kartu pos kepadanya. Secara telaten Olivier berhasil mengumpulkan koleksinya satu persatu.

Kemudian, orang-orang mulai antusias melihat hasil pengumpulan Olivier. Ia pun diminta banyak pihak untuk membuat buku koleksi kartu posnya. Salah satu buku melalui koleksi Olivier, berjudul “Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe”. Buku ini mengulik pekerjaan-pekerjaan orang di masa lampau. Dalam buku Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe, semua gambar dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan informatif, seperti informasi baju yang dipakai, alat yang digunakan, hingga lokasi yang mewakili foto (hlm. ix). Buku memuat sembilan babak, dengan tema pekerjaan orang-orang sekitar tahun 1890-1940an.

Digambar-gambar kartu pos koleksi Olivier, kita dapat melihat pelbagai macam bentuk pekerjaan. Dari yang dapat kita bayangkan sebelumnya, sampai yang tidak bisa diterka, saking uniknya. Dari bab pertama saja, sudah dapat membuat mata menyaksikan pemandangan di masa lalu. Bab itu berjudul “Pedagang Kecil”, dengan halaman awal menggambarkan seorang penjual kopi keliling. Penjual kopi itu memiliki dua bakul, yang saat akan berkeliling, kedua bakul dipanggulnya di pundak. Ia pun menjajakan kopi bersama dengan pisang dan makanan kecil lainnya. Kartu pos penjual kopi itu diambil tahun 1911 (hlm. 3).

Lembaran lainnya, di kartu pos memerlihatkan pedagang seorang anak kecil berusia sekitar 10-12 tahun. Bocah laki-laki itu mendagangkan tuak (minuman keras) keliling. Ia menggunakan bilah bambu, yang di dalamnya ditaruh daun pisang untuk menyimpan tuak. Bilah bambu yang berukuran lebih dari setengah badannya pun ditaruh dipundaknya. Rupanya zaman dulu tidak ada batas usia untuk berdagang barang macam apa pun. Menurut penuturan Olivier, sampai sekarang tuak dari bambu masih banyak dijumpai di Jakarta, disekitar jalan Tama Martha Tiahahu blok M (hlm. 6).

Buku Olivier pun menguak adanya penjual daging babi keliling (hlm.16). Kartu pos ini berasal dari Batavia tahun 1910. Daging babi menurut Olivier sangat digemari komunitas Tionghoa, komunitas Bali dan komunitas Eropa yang tinggal di Jawa. Melalui gambar inilah, dapat kita lihat toleransi antaragama. Babi bukan menjadi momok yang ditakuti penjualannya. Berbeda dengan tahun 2017, dalam Tribunnews disinggung festival daging babi yang diberi nama Pork Festival 2017 dibatalkan karena protes dari Forum Umat Islam Semarang dalam berita berjudul Diprotes Keras, Festival Daging Babi Berubah Nama Jadi Festival Kuliner Imlek. Penjual babi keliling pun, tentu tak pernah terlihat di era sekarang.

Lewat kartu pos yang diterbitkan pada tahun 1910 pula, ada pekerjaan yang tidak lazim dilakukan sekarang. Pekerjaan itu ialah tukang siram jalan (orang yang bertugas menyirami setiap jalanan yang berdebu). Diriwayatkan berabad-abad lamanya musim kemarau, pemerintah kota Batavia memerintahkan untuk menyirami jalanan kering dan berdebu karena belum banyak jalan yang diaspal (hlm.78). Pekerjaan itu dilakukan oleh laki-laki dengan memikul dua bakul berisi air. Air itu diperoleh dari sungai yang keruh.

Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe juga merekam, ada pelbagai jenis pekerjaan bagi perempuan. Semua pekerjaan itu mungkin telah turun-temurun. Perempuan menjadi penjual pecel, berdagang di pasar, menjadi babu, penenun, pengrajin topi, pembatik, penukar uang, tukang pijat, penari atau dengan menjual kemolekan tubuh dengan menjadi pelacur. Khusus untuk pelacur, kartu pos pun menggambarkan perempuan bertelanjang dada (hlm. 87). Kartu pos itu terbit tahun 1906, perempuan itu dipotret di studio berlatar lukisan pemandangan.

Buku Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe memberikan kita kisah yang tertata dengan rapi . Tak lupa Olivier pun menjelaskan sejarah mengenai pemerintahan pada zaman 1900an. Ia memiliki bab untuk pemerintahan dengan diawali gambar peronda (hlm. 124). Kemudian gambar sultan Hamengku Buwono yang sedang duduk di dampar kencana (hlm. 126). Gambar itu memerlihatkan sultan yang memakai batik motif parang dan memakai hiasan sumping di telinga sebagai tanda pangkat. Ada pula gambar kartu pos “Algojo”, gambar memotret para algojo, mencambuki laki-laki yang dilucuti celananya (hlm. 136). Kekejaman pun terpotret dengan apik.

Memiliki buku ini, seakan kita diminta mengarungi mesin waktu, tiap lembar banyak hal yang diceritakan. Terkadang rasa lucu, konyol, kemudian disusul perasaan kengerian. Kartu pos ini benar-benar membawa kita ke zaman yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Olivier boleh jadi berhasil membantu kita, menelusuri pelbagai bentuk jenis pekerjaan yang sukar dilihat di zaman sekarang.