EDURANEWS, JAKARTA (29 Juli 2025): Ketua Tim Pengabdian Masyarakat UNJ Dr. Linda Zakiah, S.Pd., M.Pd menyumbangkan sebagai 250 eksemplar buku Kearifkan Lokal Budaya Betawi untuk Rumah Baca Zhaffa. Sumbangan tersebut langsung diterima oleh Ketua Rumah Baca Zhaffa Yudy Hartanto pada acara kegiatan Sosialisasi Program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM). Kegiatan ini berlangsung pada pukul 13.00–16.30 WIB dan dihadiri oleh pengelola, relawan, serta anak-anak binaan Rumah Baca Zhaffa.
Buku tersebut berjudul Cerita Kearifan Lokal Budaya Betawi yang terdiri dari lima judul itu (Penganten Sunat, Ondel-ondel, Nyorog, Ruwahan, dan Palang Pintu). etiap cerita di dalam buku ini mengangkat nilai-nilai kearifan lokal melalui narasi yang sederhana namun sarat makna, diperkaya dengan ilustrasi warna-warni yang menarik minat anak-anak. Melalui kisah Penganten Sunat, misalnya, anak-anak diajak memahami salah satu tradisi penting dalam siklus hidup masyarakat Betawi.
Sementara Ondel-ondel menghadirkan keunikan ikon budaya Betawi yang kerap hadir di berbagai perayaan, Nyorog dan Ruwahan memperkenalkan tradisi berbagi dan ziarah yang menjadi bagian penting dari budaya Betawi, dan Palang Pintu mengajarkan makna toleransi, persatuan, serta tradisi menyambut tamu dalam upacara pernikahan adat Betawi. Kelima cerita ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik anak-anak untuk mengenal dan mencintai akar budayanya sendiri sejak dini.
Dalam sambutannya, Dr. Linda Zakiah, S.Pd., M.Pd., Ketua Tim Pengabdian Masyarakat UNJ, menegaskan bahwa buku Kearifan Lokal Budaya Betawi sengaja dikemas dengan cara yang menarik dan mudah dicerna anak-anak. “Buku ini kami susun dengan pendekatan bercerita yang dilengkapi ilustrasi bergambar, sehingga sangat cocok untuk anak-anak. Kami ingin anak-anak merasa dekat dan betah membaca buku tentang budaya mereka sendiri,” ungkap Linda.
Tak hanya itu, Linda menambahkan bahwa buku ini juga dikembangkan dengan teknologi animasi bergambar secara digital. Dengan sentuhan teknologi, proses pembelajaran menjadi jauh lebih interaktif dan menyenangkan. “Kami ingin anak-anak tidak merasa bosan saat belajar. Melalui animasi digital, cerita-cerita Betawi dalam buku ini bisa dinikmati dengan cara yang lebih hidup dan menarik,” tambahnya.
Lebih jauh, Linda berharap hadirnya buku ini bisa menjadi pemantik minat baca bagi anak-anak di Rumah Baca Zhaffa. “Harapan kami sederhana, semoga anak-anak semakin suka membaca dan pada saat yang sama, mereka juga bisa mengenal serta memahami kearifan budaya Betawi yang ada di sekeliling mereka. Budaya ini penting untuk diwariskan agar tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Rumah Baca Zhaffa, Yudy Hartanto, menyampaikan apresiasinya atas donasi buku dari UNJ. Ia menilai buku ini memiliki nilai penting sebagai sarana pembelajaran sekaligus pelestarian budaya. “Kami sangat berterima kasih atas dukungan UNJ. Penelitian dan pengembangan yang dituangkan dalam buku ini sangat bermanfaat dan kami berharap ke depan terus ada pengembangan yang signifikan, agar buku ini semakin efektif sebagai media pembelajaran,” kata Yudy.
Yudy juga optimistis, kehadiran buku ini akan memberi dampak positif bagi anak-anak binaan di Rumah Baca Zhaffa. “Semoga buku ini mampu membangkitkan semangat belajar dan cinta budaya di kalangan peserta didik kami. Kami percaya, buku yang baik akan memberi pengaruh baik juga bagi generasi muda,” pungkasnya.
Baca Beritanya Disini : spmbdepok.com
Kegiatan ini merupakan bagian dari Tim Pengabdian kepada Masyarakat SKEMA Pemberdayaan Berbasis Masyarakat Ruang Lingkup Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M) Ditjen Dikti. yang diketuai oleh Dr. Linda Zakiah, S.Pd., M.Pd, bersama anggota tim Dr. Mahmud Yunus, S.Pd., M.Pd dan Dr. Nidya Chandra Muji Utami, S.Pd., M.Pd,


Kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran mitra agar dapat berpartisipasi aktif dalam mendukung keberhasilan program PKM yang tengah dilaksanakan. Adapun tujuan utama dari program ini meliputi: (1) Peningkatan keterampilan mitra dalam manajemen pembelajaran inovatif berbasis digital; (2) Menumbuhkan awareness anak-anak anggota Rumah Baca Zhaffa terhadap budaya Betawi sebagai bagian dari identitas lokal; (3) Meningkatkan kapasitas mitra dalam mengembangkan konten budaya Betawi melalui pemanfaatan media digital dan fasilitas pendukung yang tersedia; (4) Mendorong kemampuan mitra dalam manajemen literasi digital yang terintegrasi dengan kearifan lokal Betawi.
Sesi sosialisasi juga dilengkapi dengan diskusi interaktif, pemetaan kebutuhan mitra, serta penjelasan rencana tindak lanjut program selama masa pendampingan. Respons positif ditunjukkan oleh seluruh peserta, baik dari pengelola maupun anak-anak, yang antusias mengikuti sesi hingga akhir. Dengan terselenggaranya kegiatan ini, diharapkan terjadi sinergi antara tim pengabdian dan mitra Rumah Baca Zhaffa dalam mewujudkan transformasi literasi berbasis teknologi dan budaya lokal, khususnya dalam penguatan identitas budaya Betawi di kalangan generasi muda.
Ketua Rumah Baca Zhaffa Yudy Hartanto merasakan manfaat dari program pengabdian ini. Anak-anak menyukai buku Cerita Kearifan Lokal Budaya Betawi yang terdiri dari lima judul itu (Penganten Sunat, Ondel-ondel, Nyorog, Ruwahan, dan Palang Pintu). “Mereka suka dengan kemasan buku cerita bergambar yang interaktif,” tuturnya.













Festival ini berlangsung pada Minggu, 11 Mei 2025, dari pukul 07.30 hingga 21.30 WIB, bertempat di GOR & Teater Bulungan – Gelanggang Remaja Jakarta Selatan. Tempat ini menjadi saksi bagaimana ratusan penari dan pegiat seni memeriahkan acara tanpa simbol-simbol kehadiran institusi negara, baik dalam bentuk dukungan logistik, pengakuan resmi, maupun kehadiran perwakilan kebudayaan nasional. Padahal, Indonesia memiliki kementerian, direktorat, lembaga kebudayaan, hingga anggaran yang secara khusus dialokasikan untuk sektor seni dan budaya.
Fenomena ini menunjukkan gejala yang dalam istilah sosiolog Antonio Gramsci disebut sebagai hegemoni kultural: dominasi representasi oleh kelompok tertentu melalui konsensus sosial, bukan lewat struktur paksaan formal. Dalam hal ini, komunitas seni berhasil merebut ruang itu karena negara, secara perlahan dan diam-diam, menarik diri dari peran aktifnya.
Sebagaimana pernah manjadi bahan diskusi di antara para kritikus tari semisal Sal Murgiyanto, Edy Seyawati dan sebagainya, kondisi ini membuat para tokoh Kritik tari bermigrasi ke tulisan-tulisan media masa.







